"Umumkan sekarang kepada anak-anak, mereka kan ikut nyumbang. Sebentar lagi bel masuk!" saran Anisa kemudian.
Sebagai ketua kelas aku tentu saja ingin dan berusaha agar tampak berwibawa. Maka kulangkahkan kaki dengan tegap ke depan papan tulis dan bercuap-cuap.
"Teman-teman, mohon perhatian sejenakl" anak-anak diam. Menatapku! Beberapa masih bercakap-cakap dan menyelesaikan PR-nya. Anak yang di serambi kelas masuk, ikut mendengarkan.
"Sebentar lagi bell masuk, maka dengarkan!" lanjutku, "Kado untuk Bu Ani, wali kelas kita sudah siap. Acaranya kami rencanakan menjelang istirahat pertama, pada pelajarannya Bu Ani sendiri. Kado ada dua buah. Sebuah dibawa Akbar. Mana Akbar?"
"Siap!"Â jawab Akbar sambil hormat cara militer.
"Bagus! Dan yang satu dibawa Pika!"
"Tidak mauuu!"Â seru Pika cepat-cepat.
"Harus mau!" tandasku, "Kau dan Akbar sama-sama pernah dikartu merah, pernah disuruh pulang oleh Bu Ani, bukan? Nah, kupikir inilah kesempatan kalian untuk unjuk senyum!"
"Unjuk gigiiiii!"Â celemong salah satu anak.
"Tidak! Saya nggak suka giginya! Berantakan! Unjuk senyum saja!"Â kataku
"Ah, nanti dikira nyogok Bu Ani!"