Mohon tunggu...
Tonny Syiariel
Tonny Syiariel Mohon Tunggu... Lainnya - Travel Management Consultant and Professional Tour Leader

Travel Management Consultant, Professional Tour Leader, Founder of ITLA

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Fenomena "Overtourism" di Destinasi Wisata Terkenal

12 Maret 2021   12:09 Diperbarui: 13 Maret 2021   14:46 3469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amsterdam, kota yg juga mengalami 'overtourism'. Sumber: koleksi pribadi

Pesona sebuah kota seperti Amsterdam, Barcelona, Paris, Roma, dan lain-lain, tidak sekedar warisan budaya yang berstatus "UNESCO World Heritage", tetapi juga atmosfer kotanya yang nyaman dikunjungi. Mulai dari kawasan kota tua dengan jalan-jalan kecil bak labirin, toko-toko kecil yang menarik, budaya warga lokal yang unik dan sebagainya.

Amsterdam, kota yg juga mengalami 'overtourism'. Sumber: koleksi pribadi
Amsterdam, kota yg juga mengalami 'overtourism'. Sumber: koleksi pribadi
Akan tetapi, semuanya ini tidak lagi bisa dinikmati. Ketika ribuan wisatawan setiap hari memadati semua jalan-jalan kecil di kota tua, memenuhi seluruh ruang publik di pusat kota dan objek wisatanya, maka wisatawan yang datang pun hanya bertemu sesama wisatawan lainnya. Dan warga lokal pun tetiba merasa begitu asing dengan kotanya sendiri.

Setelah isu Overtourism mengemuka sejak tahun 2015-an, beberapa kota sudah mulai menerapkan beberapa kebijakan untuk mengatasi laju wisatawan yang membanjiri kotanya. Dubrovnik, misalnya, telah menerapkan aturan di mana hanya boleh dua kapal pesiar per hari yang boleh bersandar di pelabuhannya.

Lain lagi dengan Barcelona. Selain pembatasan kapal pesiar yang masuk, kota ini juga menghentikan ijin pembangunan hotel baru di dalam kota. Begitu juga rencana Venezia. Mulai dari larangan pembangunan hotel baru dan resto cepat saji di pusat kota, hingga rencana penerapan 'access fee' bagi wisatawan harian di periode tertentu. Meskipun sebagian aturan itu akhirnya ditunda.

Kini dilarang duduk di Spanish Steps, Roma. Sumber: koleksi pribadi
Kini dilarang duduk di Spanish Steps, Roma. Sumber: koleksi pribadi
Yang tidak kalah menarik, kota-kota ini juga mulai menetapkan berbagai aturan terkait perilaku wisatawan. Misalnya, larangan minum dan makan di sekitar air mancur di kota Roma, yang notabene adalah objek wisata bersejarah. Bahkan duduk di anak tangga terkenal Spanish Steps pun kini bisa berujung denda. Jangan main-main, sekali denda bisa sebesar Euro 400! Astaga sekali, bukan? :)

Amsterdam, kota yang juga mengalami overtourism, juga memberlakukan aturan ketat soal tingkah laku wisatawan. Selain larangan minuman beralkohol di jalan, juga ada aturan khusus di kawasan 'Red Light District' yang sangat terkenal di kota itu.


Selain berbagai aturan di atas, apa yang dilakukan Dubrovnik dengan kampanye 'Respect the City' patut menjadi acuan kota-kota lain. Kampanye ini bertujuan menjaga industri pariwisata yang berkelanjutan dan disesuaikan dengan 'carrying capacity' (daya tampung) kota Dubrovnik.

Wisatawan sedang di-briefing di kota tua Dubrovnik. Sumber: koleksi pribadi
Wisatawan sedang di-briefing di kota tua Dubrovnik. Sumber: koleksi pribadi
Lalu apa penyebab terjadinya Overtourism? 

Sesungguhnya, banyak sekali faktor penyebab. Beberapa di antaranya, fenomena LCC (Low Cost Carrier), kian populernya jaringan Airbnb, kapal-kapal pesiar, pengaruh media sosial, dll. Namun, kita tidak boleh melupakan peranan utama Badan Promosi Pariwisata itu sendiri. Bukankah selama ini semua badan pariwisata hanya memiliki satu slogan, "More is better". Dari tahun ke tahun, target yang dikejar adalah peningkatan jumlah wisatawan.

Fenomena Overtourism pada ujungnya membuat semua pihak terkait wajib melakukan evaluasi. Bukan hanya soal isu "Kuantitas vs. Kualitas". Tetapi, bagaimana sebuah destinasi pun boleh saja 'mengatur' perilaku wisatawan yang datang.

Sebuah perjalanan memang bukan semata mengunjungi sebuah destinasi. Tidak juga sekedar mengagumi wajah kota atau menikmati kekayaan kulinernya. Namun, perjalanan yang sama pun harus diikuti rasa hormat terhadap kehidupan warga lokal serta semua warisan budaya dunia yang dilestarikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun