Mohon tunggu...
Tobi Ismail
Tobi Ismail Mohon Tunggu... mahasiswa

saya tobi mempunyai hobi bermain musik khususnya musik pop inggris, dan saya mencintai sepakbola lokal maupun non lokal. tak hanya tentang sepakbola nya tetapi saya menyukai culture-culture sepakbola yang ada!

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Skena Musik dan Polemik Subculture Casuals Footbal di Kota Kembang

9 Januari 2024   08:45 Diperbarui: 9 Januari 2024   08:45 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandung. Sumber ilustrasi: via KOMPAS.com/Rio Kuswandi

Saya jatuh cinta dengan Kota Bandung di kala itu, sepi. Jalanan bisa terbilang kosong, hampir tak menemukan kemacetan dari jalan phh mustapa hingga pasar ujung berung. Mengingatkan saya pada Bandung 14 tahun lalu tepatnya 2009, disaat masih menduduki bangku kelas 1 SD. Membuat saya bisa berkendara menikmati jalanan dan angin layaknya jax teller di series Sons of Anarchy meski dengan motor matic lexi. Bandung hampir selalu seperti itu jika tim kebanggaan kota bandung yaitu Persib berlaga kendang, apalagi jika sang tamu memiliki histori khusus, atau tim kandang dengan keadaan trend positif, terlebih pertandingan sore itu adalah opening match putaran kedua, secara tidak langsung menarik animo massa karena rasa penasaran untuk melihat racikan pragmatis dari sang pelatih asal kroasia Bojan Hodak dengan pemain penuh visi bawaan nya tak lain dan tak bukan Levy Madinda. Sore tersebut Persib menjamu tamunya Arema FC yang dari musim sebelumnya sedang mengalami penurunan performa meskipun striker tajam nya Gustavo Almeida mencatat sebagai pemuncak top skor sementara di BRI Liga 1 dengan 14 goal nya walaupun kebanyakan melewati titik putih penalty.
Bisa dikatakan 10 % dari total populasi di kota Bandung berfokus pada satu titik yaitu Stadion Gelora Bandung Lautan Api, angka tersebut bisa meningkat dengan tambahan pendukung dari luar domisili Bandung. Tidak dipungkiri dengan hadirnya penonton total berjumlah 24.106 sebegitu vitalnya hingga dapat membuat se isi stadion bergemuruh bersorak-sorai oleh sebuah kelompok /komunitas yang disebut-sebut hanya berpengaruh 10% oleh manajeman Persib dan hadir kembali ke stadion setelah melakukan aksi menepi alias boikot pada musim pertama penuh. Match berkesudahan dengan hasil minor, "Seri dikandang=kalah" meskipun hasil racikan strategi Bojan Hodak berjalan dengan baik dan banyak menghasilkan peluang emas namun momen tersebut banyak di sia-siakan oleh beberapa pemain Persib yang hampir semua pemain sedang mengalami underperform entah kebetulan atau memang para pemain mengalami demam

lapangan baru pertama kali di saksikan full chants dari tribun utara dan timur, yang sebelumnya stadion kosong meskipun beberapa match terisi lumayan penuh namun tak ada support dari yang katanya supporter santun.
Saya ingat betul, 2013 saat itu antara Persib vs Gresik united di stadion kebanggan Bandung yaitu Siliwangi adalah kesekian kalinya saya menonton ke stadion tapi pertama kali menduduki tribun utara dengan sekelompok berbusana rapih,mahal, dan menyanyikan lagu yang tidak saya mengerti yang kemudian saya ketahui mereka dengan cara melihat banner-banner, dan bendera yang mereka pasang bertuliskan Flowers City Casuals (FCC). Namun ini bukan pertama kalinya saya menyadari kehadiran mereka di stadion, mungkin beberapa tahun sebelumnya saya melihat sekelompok orang yang tidak menggunakan atribut tim nya sendiri. Sebagai anak SD waktu itu saya mulai mencari tahu tentang mereka dan apa kiblat mereka dalam mendukung tim kesayangannya. Tepat di kelas 6 saya dengan teman sebaya mulai meniru fashion dari mereka dengan nge "thrift" ke pasar monumen membeli jaket traktop, jaket parka, jeans pudar dan tak lupa membeli sepatu new balance meskipun pada saat itu belum tahu apa itu fashion casual football.
Seiring waktu memasuki SMP-SMA saya dipertemukan dengan kawan-kawan yang mencocoki musik dari inggris seperti sex pistols,blur,oasis,the verve,the beatles,the smiths dan musik britpop lainnya. Dan makin menambah pengetahuan ketika saya meledek kaka kelas yang masih kawan juga menggunakan traktop adidas celana jeans sepatu adidas gazelle indoor dengan sebutan " anjir si ieu budak casual! " , kemudian diketahui bahwa ia bukan salah satu dari kelompok "casual" itu, ia hanya anak indies yang mengadopsi role model-nya di inggris seperti layaknya Liam Gallagher dan Ian Brown. Dari sana saya paham, bahwa ada keterkaitan antara irisan dari musik dan subkultur casuals yang saya lihat di stadion. Hingga akhirnya saya menyukai musik- musik britpop hingga saat ini dan kiblat fashion mengarah ke subkultur casuals football.
Lahirlah Bandung Extra Times, event yang lahir dari kelompok FCC itu sendiri ditandai sebagai hari lahir beridiri nya kelompok mereka dan semakin memvalidasi bahwa ada benang merah tebal antara casuals dan musik. Jaman makin maju dan berkembang, hari ini semua orang bisa dengan mudah mengklaim dirinya sebagai seorang casuals. Namun saya malah terkadang risih juga melihat anak-anak remaja SMP-SMA yang katanya sedang demam casuals yang dimana lagi harum nya nama komunitas

"Northernwall" tetapi mereka asal meniru dengan menggunakan barang-barang KW dan perpaduan outfit yang tak semestinya dan pada akhirnya menjadi bahan cemoohan oleh supporter tim lain.
Bukan Bandung kalo tidak mempopuler kan perihal tren yang ada, seperti karouke session atau band-band yang meng cover lagu-lagu dari musik inggris sehingga anak- anak muda Bandung makin teredukasi atau paham keterkaitan musik britpop dengan sepakbola, karena biasanya orang-orang yang hadir di event musik itu ialah kebanyakan orang yang hadir di tribun juga. Namun dibalik kisah ini semua tidak mudah untuk mengadopsi budaya luar masuk kebudaya lokal yang dimana pada jaman itu masih melakatnya budaya mania, hampir seluruh supporter di Indonesia adalah mengadopsi mania dengan ciri khas menggunakan jersey atau pernak-pernik khas tim kesebelasan kesayangan dan mengadaptasi lagu populer dengan mengubah lirik sesuai karakteristik tim dukungannya. Berbeda dengan Bandung yang selalu ingin terlihat berbeda hingga berdiri kelompok Flowers City Casuals sejak 2005 sang pelopor subculture casuals di kota Bandung bahkan mungkin di Indonesia. "Pada 2005 lalu, Rizki beserta 11 rekannya memutuskan untuk mendirikan FCC di Bandung. Namun, belakangan nama FCC lebih dikenal dengan sebutan Casual saja" Dilansir oleh Tempo.co, di Bandung, Jumat, 2 Maret 2018.
Beberapa kurun waktu mungkin di bawah tahun 2012 hingga 2018 konflik antar sesama pendukung khususnya di Bandung terus terjadi gesekan demi gesekan hanya karna mendukung dengan cara yang "berbeda". Minimnya edukasi dan sulitnya menerima budaya luar hingga "kelompok" tertentu selalu memulai percikan api yang membuat antar dua kubu saling sikut seperti tiba-tiba melempar benda-benda ke arah dimana teman-teman biasa duduk di tribun. Saya ingat tragedi yang dimana hampir membuat saya kapok dan mengurungkan diri untuk menonton sepakbola lagi yaitu pada match Persib vs Persiram di stadion Si Jalak Harupat di tahun 2013. Kejadian itu dimulai ketika salah satu kelompok meng ejek dan melempari teman-teman di samping tribun utara sehingga situasi seketika mencekam, begitu paniknya saya disaat itu terkena beberapa kali pukulan dan berlari ke arah bawah bersama kawan-kawan yang lainnya memutuskan lompat ke bawah tribun untuk menyelamatkan diri dari orang-orang yang entah akal nya dimana.

Masa lalu biarlah berlalu cerita demi cerita teman-teman dan perjuangan para pendahulu untuk memperjuangkan akar ini terus ada dan membesar bisa dijadikan sebuah renungan dan canda tawa. Mungkin beberapa dari kalian yang membaca ini akan teringat masa itu dan bisa jadi masih menyimpan amarah yang di pendam, maka dari itu lebih baik kita lurus kedepan lakukan regenerasi beri edukasi dengan baik tebar hal positif hilangkan hal-hal yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Saya berharap eksistensi skena music dan culture casuals di kota Bandung ini bakal terus terjaga gairah nya terus berkembang dan tak akan pernah padam meski redup sekalian. Please god save our roots.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun