Mohon tunggu...
Tobias TobiRuron
Tobias TobiRuron Mohon Tunggu... Guru - Hidup adalah perjuangan. Apapun itu tabah dan setia adalah obatnya.. setia

Anak petani dalam perjuangan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Untukmu Waikemea; Cintaku Tulus

1 Desember 2022   10:33 Diperbarui: 1 Desember 2022   10:35 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa yang terjadi? Seketika itu juga muncul mata air. Iapun mencuci muka dan minum.

Ungkapan dasyat. Lebih dasyat dari gempa bumi di tahun 1992 yang meluluhlantakan alam dan segala isinya di Pulau Flores termasuk Lewo Lamatou serta bom atom milik Amerika yang membumihanguskan kota hirosima dan nagasaki. Mengapa demikian? Ini adalah cinta sejati dari seorang ibu. Ibu sejati rela mengorbankan apa saja untuk kebaikan bersama walau dirinya tahu itu adalah pilihan yang amat sulit nian termasuk mendermakan anak kandungnya. Kasihnya tak terbatas melampauhi ile Kerewak menembus tudung langit dan bermuara dalam pualam hatinya terdalam bahwa ini adalah Cinta.

Aku adalah Jedo Hekin. Cintaku tulus untukmu semua ribu ratu Lewo Lamatou. Entah selama ini kamu telah menikmati ataupun belum akan hangatnya air kehidupan yang menjadi sumber kekuatan dalam memenuhi kebutuhan hidup harianmu namun pastinya bahwa aliran air sebagai perwakilan diri ini adalah murni cintaku yang telah ditentukan dan digariskan dalam hidupku dari sang pemilik kehidupan bukan ungkapan sesaat yang dilontarkan ibuku.

Dan pada masa yang telah ditentukan. Langit sedikit muram. Riuh renya kata-kata merimbun di koko nama. Orang tua adat termasuk ayahku dan masyarakat hadir melaksanakan ritual adat. Aku masih bersama ibu. Aku juga tidak tahu. Gerakan apa yang akan terjadi pada kalbu. Entahlah. Apakah saat itu ibupun tahu masaku adalah kini? Namun yang pasti ibu juga merasakan. Karena ia adalah ibuku. Hatinya bisa merasakannya.

Ribuan kali permintaanku untuk mengambil air di Waikemea namun ribuan kali ia menolak dengan ribuan alasan. Pagi itu. Entah hari di mana proses peminanganku berlangsung mengingat aku sudah beranjak dewasa? Aku juga tidak merasakan. Begitupula dengan ibu.Ahh entalah...

Ibu mengaminkan permintaanku kali ini. Walau Ku tahu jawaban ibu berat. Riang hatiku karena baru kali ini permintaanku untuk mengambil air di Waikemea di kabulkan. Dengan membawa tabung bambu sebagai tempat untuk mengisi air yang akan di bawah pulang ke rumah. Langkah kaki ini terus mengayuh hingga tiba di mata air.

Jiwaku berseri. Memandang pepohonan di sekitar dan menatap tajam aliran air yang membentuk kolam kecil. Hatiku terenyuh betapa gejolak rasa yang hadir dalam kalbu dan ingin bertahan lebih lama bersama hangatnya air. Diriku merasa ada desahan suara memanggil namaku dengan lembut dari dalam air tersebut. Suara laki-laki. Entah siapa? Darimana ia mengenalku? Rasa ini berkecamuk mengapa demikian. Ah..entahlah..Semakin lama aku betah dan ingin tetap berada di air ini. Siapakah gerangan suara laki-laki tersebut? Suara yang amat lembut dan langsung mengikat jantungku. Siapakah dia? Apakah dia adalah pemilik tempat ini?..

Ku tatap Ibuku berdiri sendiri di tepi bebatuan. Nampak ia begitu gelisah. Mungkin ia sadar akan rahasia yang ia simpan yang tidak disampaikan pada saya pun ayah. Perlahan aku masuk ke dalam kolam tersebut yang sebelumnya ibu melarangku amat keras untuk tidak boleh masuk. Aku ingin mandi ibu. Ibu pun mengiyakan dan memohon ibu memperhatikan orang yang mungkin datang mengambil air.

Ibu masih tetap mematuhi permintaanku dengan melihat ke arah jalan. Dan aku menyusuri pelan masuk ke dalam kolam. perlahan aku tenggelam dalam kolam dangkal tersebut dan seketika itu juga aku masuk dalam rumah. Rumah kediamanku. Ibu sempat menangkapku hingga menggapai rambutku. Namun apalah daya ibu tidak menggapai dan memeluk diriku.

Aku disambut dengan suka cita bak di istana raja oleh orang yang tidak ku kenal. Salah satu diantaranya pemuda ganteng dan tegak. Suaranya lembut mirip yang pernah kudengar sebelumnya. Semuanya memandangku dengan penuh harap dengan senyum di sudut bibir. Aku bahagia bercampur cita.

Kulihat ibu menangis. Meratapi aku sejadinya di pinggiran kolam. Hati ini juga sedih lantaran kita berpisah. Namun apa mau dikata. Seketika itu juga kayu/Kelete dan tali/Tale terapung di atas air namun ibu tidak mengambilnya. Hati ibu seperti teriris sembilu hingga tak menghiraukan. Itu adalah maharku. Bila ibu ambil maka kelete itu adalah gading dan tale itu adalah Loda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun