Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memang, Memaafkan adalah Ujian Hidup Paling Berat

16 Juni 2018   18:09 Diperbarui: 16 Juni 2018   23:20 2910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: oldyungas.road.bolivia

Peristiwanya sudah lama berlalu. Pada waktu anak-anak sekolah libur panjang, maka dengan menggunakan kendaraan pribadi, kami sekeluarga, melakukan perjalanan dari Padang ke Jakarta yang jaraknya sekitar 1.350 km. Menggunakan sedan Corolla yang baru saya beli satu tahun ketika itu.

Demi kenyamanan, saya antarkan ke bengkel, untuk diservis. Bengkel tersebut berlokasi berdampingan dengan rumah sahabat saya, yang sudah saya di atas.

Seperti biasa, saya merasa lebih aman dan leluasa mengemudikan kendaraan sendiri ketimbang mempercayakannya kepada seorang sopir. Saya menyetir, istri saya duduk di samping dan ketiga anak kami duduk di bangku belakang.

Pada  awalnya semuanya berjalan aman, akan tetapi sekitar 3 jam berada di luar kota, ketika berada ditikungan tajam dan saya menginjak rem, ternyata rem sama sekali tidak berfungsi. Saya sudah mencoba menginjak rem berkali-kali .Memompa dengan injakan pada pedal rem dengan harapan bisa berkerja. Namun tetap saja sia-sia. Rem sama sekali tidak bereaksi. Kendaraan meluncur terus dengan kecepatan tinggi.

Keringat dingin membasahi tubuh saya, terbayang istri dan ketiga anak kami berada di dalam kendaraan. Baru kali ini saya merasakan ketakutan yanga amat sangat.

Akan tetapi dalam detik-detik yang menentukan itu, saya bersyukur mendapatkan kekuatan entah dari mana.

Saya tarik rem tangan sekuatnya dan pada waktu yang bersamaan perseneling saya dorong ke perseneling satu.

Ada bunyi berderak keras, tapi roda kendaraan berhenti. Persis jarak setengah meter dari pinggir jurang.

Setir saya putar sehabis-habisnya, agar roda tidak mengelinding. Pintu kendaraan saya buka. Melompat keluar untuk kemudian mengambil batu mengganjal roda kendaran.

Pada  saat  bersamaan, istri dan anak anak saya minta turun perlahan-lahan agar roda mobil tidak meluncur turun. Kami selamat dan semuanya bersujud syukur.

Kini, sahabat saya sudah  pergi dalam damai dan saya dapat melanjutkan hidup tanpa beban. Hidup tanpa dendam.

Sungguh, memaafkan merupakan sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai harganya.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun