Bayangkan kalau setiap warga tahu bahwa,
- Mereka bisa melihat rekaman pelanggaran secara online,
- Bisa mengajukan keberatan dengan mudah,
- Dan bisa mendapatkan kepastian bahwa sistemnya benar-benar akurat.
Apakah masih ada yang mau menutupi pelat nomor pakai lakban? Mungkin tidak.
Ketika warga merasa dilindungi, bukan diawasi, maka kepatuhan akan tumbuh dengan sendirinya.
Lakban, Cermin Kecil dari Keresahan Besar
Lakban hitam di pelat nomor mungkin terlihat sepele, tapi ia adalah simbol sosial yang besar.
Ia menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya percaya pada sistem hukum digital, bahwa rasa takut bisa mengalahkan rasa taat.
Kita bisa menertawakan Rahman dan bilang, "Ah, lebay amat, takut salah tilang aja pakai lakban segala."
Tapi di sisi lain, kita juga harus jujur, mungkin kalau kita ada di posisinya, kerja seharian di jalan, hidup dari setoran, lalu dengar kabar teman kena tilang salah, kita juga akan melakukan hal yang sama.
Penegakan Hukum yang Manusiawi
Hukum yang baik bukan hanya soal pasal dan kamera, tapi juga soal rasa aman.
Penegakan hukum seharusnya tidak menimbulkan ketakutan, tapi membangun rasa percaya bahwa sistem benar-benar adil.
Polisi bisa tetap tegas, tapi dengan pendekatan humanis.
Sementara pengendara, harus belajar bahwa "takut salah" bukan alasan untuk melanggar aturan.