Hakim ketua, Khairul Soleh, menutup sidang dengan kalimat yang tegas tapi tetap formal,
"Sidang ditunda hingga Kamis, 16 Oktober 2025, untuk mendengarkan pembelaan dari terdakwa dan penasihat hukumnya."
Nikita yang biasanya ekspresif hanya menunduk.
Untuk pertama kalinya, ia tidak bersuara.
Antara Hukum dan Citra Publik
Menariknya, kasus ini menunjukkan betapa tipisnya batas antara "keberanian berbicara" dan "ancaman verbal."
Di dunia digital, setiap kata bisa direkam, dipelintir, atau digunakan sebagai alat bukti.
Bagi banyak selebritas, media sosial adalah panggung tambahan, tempat membangun koneksi dengan penggemar. Tapi bagi Nikita, media sosial sering kali menjadi medan perang.
Ia pernah berseteru dengan sesama artis, politisi, bahkan aparat. Namun kini, lawannya bukan lagi akun gosip atau netizen, melainkan sistem hukum itu sendiri.
Di satu sisi, publik mengingat Nikita sebagai ibu tunggal yang kuat, yang membesarkan anak-anaknya dengan kerja keras. Di sisi lain, ada sisi gelap dari sosok yang sama, impulsif, meledak-ledak, dan sulit mengendalikan amarahnya di depan publik.
Fenomena Selebritas dan Hukum Digital
Kasus ini juga membuka mata tentang fenomena baru, kriminalisasi dan penyalahgunaan pengaruh digital.
Kini, setiap figur publik bisa memengaruhi opini publik hanya dengan satu unggahan. Dan di situlah bahayanya, karena opini bisa berubah jadi tekanan, dan tekanan bisa berubah jadi alat pemerasan.