Kasus ini bukan sekadar soal uang, tapi tentang bagaimana kekuatan media sosial bisa berubah menjadi alat tekanan.
Dulu, selebritas mengandalkan kamera televisi dan panggung musik untuk bersuara. Kini, cukup satu live di TikTok, dan seluruh negeri bisa berguncang.
Nikita Mirzani selama ini dikenal sebagai figur yang blak-blakan.
Ia sering menyoroti ketidakadilan, menggugat sistem, dan berbicara tanpa rasa takut. Tapi kali ini, keberaniannya justru menjadi senjata yang berbalik arah.
Jaksa menilai, niat dan tindakan Nikita jelas mengarah pada upaya menguntungkan diri sendiri lewat ancaman.
Dalam hukum pidana, niat seperti itu masuk ke dalam unsur "kesengajaan untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum."
Dan karena uang hasil pemerasan itu digunakan kembali dalam bentuk transaksi yang sulit dilacak, unsur TPPU (tindak pidana pencucian uang) pun ikut menjeratnya.
Tuntutan Berat, 11 Tahun dan Denda Rp2 Miliar
Ketika JPU membacakan tuntutan, suasana ruang sidang mendadak hening.
Sebelas tahun penjara bukan angka kecil.
Bahkan untuk ukuran kasus pemerasan biasa, hukuman itu tergolong berat.
Namun jaksa punya alasan. Mereka menyebut tindakan Nikita terencana, dilakukan berulang, dan melibatkan pihak lain (Ismail).
Selain itu, akibat perbuatannya, korban menderita kerugian besar dan reputasi rusak di depan publik.
"Dengan demikian unsur untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum telah terbukti sah dan meyakinkan," ujar jaksa.