Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Perseteruan Ferry Irwandi vs Gusti Ayu Dewi

15 September 2025   12:32 Diperbarui: 15 September 2025   10:44 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konten kreator sekaligus CEO Malaka Project Ferry Irwandi vs Gusti Ayu Dewi (Kolase Foto YouTube inewsTV dan Bukan Kaleng Kaleng, IG @irwandiferry)

Pagi-pagi membuka Instagram lalu disuguhi foto pistol yang diletakkan bersebelahan dengan kotak rokok. Bukan sekadar unggahan random, tapi datang dari seorang konten kreator yang sudah sering jadi sorotan publik, Ferry Irwandi, CEO Malaka Project.

Foto itu bukan sekadar gambar. Ia menyulut api baru dalam perseteruan Ferry dengan seorang grafolog dan pengamat perilaku, Gusti Ayu Dewi. Konflik keduanya yang awalnya "sekadar" saling tuding soal manipulasi video, kini melebar ke ranah yang lebih panas, dari isu grup WhatsApp berisi "orang besar", sampai dugaan kepemilikan senjata api ilegal.

Publik pun ikut terbawa dalam drama ini. Ada yang membela Ferry, ada yang membela Gusti, ada juga yang sekadar menonton sambil berkata, "Lho, kok bisa jadi ribet begini?"

Perseteruan Ferry Irwandi vs Gusti Ayu memanas, dari tuduhan manipulasi video, bocoran WAG, hingga foto pistol yang bikin publik heboh. - Tiyarman Gulo

Ferry Irwandi, Konten Kreator yang Blak-blakan

Bagi sebagian orang, nama Ferry Irwandi sudah tak asing lagi. Ia dikenal sebagai sosok yang vokal, ceplas-ceplos, dan tidak ragu membuka isu-isu yang dianggap sensitif. Sebagai CEO Malaka Project, Ferry juga sering tampil di media sosial dengan konten yang kritis dan kadang kontroversial.

Salah satu ciri khas Ferry adalah gayanya yang lugas. Ia tidak segan mengkritik institusi besar, menyinggung tokoh tertentu, bahkan membuka percakapan yang seharusnya privat. Gaya ini membuatnya punya dua sisi penilaian, dipuja sebagian, dibenci sebagian.

Di dunia yang serba cepat seperti media sosial, Ferry seolah paham betul bagaimana "menguasai panggung". Namun, konsekuensinya, setiap langkahnya selalu rawan jadi sorotan.

Gusti Ayu Dewi, Sang Grafolog dengan Jejak Panjang

Berbeda dengan Ferry yang identik dengan dunia konten digital, Gusti Ayu Dewi punya latar belakang akademis dan profesional yang cukup panjang. Ia dikenal sebagai grafolog ternama Indonesia, ahli membaca kepribadian dari tulisan tangan.

Selama lebih dari 13 tahun, Gusti telah menganalisis ribuan tulisan tangan, dari kalangan selebritas, tokoh nasional, hingga Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Ia juga kerap diundang ke berbagai konferensi internasional, termasuk menjadi pembicara di Meksiko pada 2024.

Tak hanya itu, Gusti juga aktif di dunia pendidikan. Ia mendirikan Indonesian School of Graphologist (ISOG) untuk melatih profesional di bidang grafologi, bahkan sempat memberi kuliah umum kepada aparat kepolisian (Polwan) terkait analisis tulisan tangan untuk kepentingan hukum.

Uniknya, kini ia juga sedang menempuh studi Magister Informatika (AI), menggabungkan dunia grafologi dengan kecerdasan buatan. Perpaduan yang langka.

Dari profilnya, Gusti lebih dikenal sebagai sosok akademis dan analis, bukan pemain drama di media sosial. Namun, perseteruannya dengan Ferry membuat namanya tiba-tiba viral di ranah digital.

Awal Konflik, Video TNI dan Tuduhan Manipulasi

Benih perseteruan ini muncul ketika terjadi insiden penangkapan anggota TNI oleh Brimob dalam sebuah aksi demonstrasi di Palembang. Video terkait peristiwa itu sempat viral, dan Ferry dituding telah memanipulasi narasi di dalamnya.

Menurut Gusti Ayu Dewi, narasi yang dibawa Ferry dianggap provokatif dan bisa memicu keresahan masyarakat, khususnya terhadap institusi TNI. Ia pun menyuarakan kritiknya secara terbuka, meminta Ferry melakukan klarifikasi.

Namun, Ferry merasa tuduhan itu tidak adil. Baginya, apa yang ia lakukan hanyalah menyampaikan informasi. Merasa nama baiknya dicemarkan, ia pun melawan balik. Dari sinilah konflik keduanya makin memanas.

WAG Bocor dan Foto Pistol, Titik Panas Perseteruan

Konflik yang tadinya "hanya" soal video, berubah drastis ketika Ferry memutuskan membuka isi WhatsApp Grup (WAG) yang diduga melibatkan Gusti Ayu Dewi bersama sejumlah "orang besar", pejabat hingga komisaris.

Di dalam percakapan grup itu, menurut Ferry, ada diskusi yang membahas dirinya secara khusus. Bahkan, muncul tangkapan layar berisi foto pistol.

Salah satu anggota grup menulis komentar ringan soal pistol itu,

"Gede bingitz, kalau saya sukanya yang kecil2 muat di kantong."

Ada juga yang menimpali dengan nada bercanda,

"Biar dikira lighter sama orang."

Namun, bagi publik, ini bukan lelucon. Apalagi ketika Ferry meminta aparat memeriksa apakah senjata itu asli atau tidak. Ia bahkan menyinggung langsung nama Gusti Ayu dan seorang anggota grup bernama Hairi, yang ia sebut-sebut sebagai "Dr. Strange" karena gaya komentarnya.

Unggahan itu sontak membuat publik geger. Dari isu manipulasi video, kini ada isu senjata api ilegal.

Perang Narasi di Media Sosial

Setelah unggahan itu, perang kata-kata antara Ferry dan Gusti pun pecah di ruang publik.

Ferry menulis dengan gaya menantang,

  • Ia siap membuka semua chat grup lain.
  • Ia menantang Gusti untuk bertemu langsung di podcast atau forum terbuka.
  • Ia tidak takut jika harus dibawa ke ranah hukum.

Sementara Gusti Ayu menanggapi dengan nada lebih tenang, tapi tegas,

  • Ia menolak disebut menyerang pribadi Ferry, dan menegaskan hanya mengkritik narasinya yang provokatif.
  • Ia mengingatkan bahwa sejauh ini tidak ada laporan resmi dari TNI terhadap Ferry, sehingga klaim kriminalisasi belum terbukti.
  • Ia meminta Ferry berhenti memelintir fakta.

Dialog mereka bahkan berlanjut di kolom komentar Instagram, membuat publik bisa menonton "drama" ini secara langsung.

Publik Terbelah, Siapa yang Benar?

Seperti biasanya di media sosial, konflik publik selalu memecah netizen menjadi kubu-kubu.

  • Ada yang mendukung Ferry karena dianggap berani membongkar "isi dapur orang besar".
  • Ada juga yang mendukung Gusti karena menganggap kritiknya wajar terhadap narasi provokatif.
  • Tak sedikit yang memilih jadi penonton, sambil menganggap ini sekadar drama baru di jagat digital.

Fenomena ini menunjukkan betapa cepatnya konflik personal bisa berubah menjadi isu nasional, terutama ketika melibatkan sosok publik dan isu sensitif seperti TNI atau senjata api.

Analisis, Konflik Publik ala Media Sosial

Jika ditarik ke konteks lebih luas, ada beberapa hal menarik dari perseteruan ini,

  1. Trial by Social Media
    Kasus yang seharusnya bisa diselesaikan secara hukum atau privat, justru "diadili" di media sosial. Netizen jadi hakim, jaksa, sekaligus juri.
  2. Privasi vs Transparansi
    Membocorkan isi WAG jelas menimbulkan perdebatan etis. Apakah itu bentuk keberanian, atau justru pelanggaran privasi?
  3. Bahaya Polarisasi
    Ketika publik ikut terbelah, narasi provokatif bisa dengan mudah memperuncing perpecahan. Apalagi jika membawa-bawa institusi besar seperti TNI.
  4. Potensi Hukum

    • Jika pistol itu asli bisa masuk ranah hukum senjata api ilegal.
    • Jika chat terbukti benar ada isu pencemaran nama baik atau fitnah.
    • Jika chat dipelintir Ferry bisa dituntut balik.

Lebih dari Sekadar Perseteruan Personal

Drama Ferry vs Gusti sebetulnya adalah cermin budaya digital kita hari ini. Segalanya cepat, terbuka, penuh emosi, dan seringkali tidak menunggu fakta hukum.

Di satu sisi, publik punya hak tahu. Di sisi lain, ada batas antara transparansi dan sensasi.

Pertanyaan pentingnya, apakah konflik ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, atau hanya menguras energi publik untuk drama personal?

Mungkin, jawabannya ada di kita semua, netizen yang setiap hari jadi penonton setia drama media sosial.

Penutup

Kasus Ferry Irwandi dan Gusti Ayu Dewi bukan sekadar cerita dua orang yang saling berseteru. Ia adalah potret bagaimana narasi di dunia maya bisa meledak tak terkendali, bagaimana isu serius bercampur dengan drama personal, dan bagaimana publik sering kali terjebak dalam pusaran informasi tanpa tahu ujung kebenarannya.

Hari ini, bisa jadi kita menonton drama ini. Besok, entah siapa lagi yang akan jadi "tokoh utama" di panggung media sosial.

Satu hal yang pasti, di era digital, percakapan privat bisa mendadak jadi konsumsi publik, dan sekali terlanjur viral, tak ada tombol undo.(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun