Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tangis di Balik Demonstrasi, Rheza Sendy Pratama, Mahasiswa Amikom Yogyakarta

1 September 2025   16:18 Diperbarui: 1 September 2025   15:23 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangis di Balik Demonstrasi, Rheza Sendy Pratama, Mahasiswa Amikom Yogyakarta | foto: tribun

Di tengah duka yang dalam, Yoyon menyampaikan pesan sederhana tapi penuh makna. Ia berharap kejadian ini tidak terulang. Baginya, aksi demonstrasi seharusnya damai. Aparat seharusnya mengedepankan kemanusiaan, bukan kekerasan.

"Harapannya demo itu damai, jangan main gebuk. Kasihan kalau orang yang nggak ngerti jadi korban," ucapnya.

Kalimat sederhana itu seperti tamparan. Bukankah tujuan aparat adalah menjaga? Bukankah tugas negara adalah melindungi warganya? Lalu mengapa seorang mahasiswa, yang seharusnya jadi harapan bangsa, justru pulang dalam keadaan tak bernyawa?

Tragedi yang Mengingatkan Kita Semua

Kisah Rheza mengingatkan kita pada banyak tragedi serupa yang pernah terjadi di Indonesia. Dari masa reformasi, hingga aksi-aksi mahasiswa beberapa tahun terakhir, selalu ada cerita duka.

Kematian mahasiswa di jalanan bukan sekadar angka statistik. Mereka adalah anak-anak muda yang punya mimpi, cita-cita, dan keluarga yang menanti kepulangan mereka. Setiap nyawa yang hilang adalah alarm bahwa ada yang salah dalam cara kita menjaga demokrasi.

Refleksi, Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Kisah Rheza bukan hanya tentang kehilangan, tapi juga tentang tanggung jawab sosial. Ada beberapa hal yang bisa kita renungkan,

  1. Demokrasi harus dijaga dengan kemanusiaan. Aksi massa adalah hak, dan keamanan adalah kewajiban negara.
  2. Keadilan harus ditegakkan. Bukan sekadar untuk mencari kambing hitam, tapi agar ada transparansi dan kepercayaan publik.
  3. Mahasiswa adalah harapan bangsa. Mereka seharusnya dilindungi, bukan dibungkam.
  4. Keluarga korban berhak mendapat jawaban. Diam bukanlah solusi, transparansi adalah kunci.

Mengingat Rheza, Harapan yang Gugur Terlalu Cepat

Di usianya yang baru 21 tahun, Rheza masih punya banyak mimpi. Ia mungkin ingin lulus kuliah, bekerja, membahagiakan orang tua, atau bahkan sekadar nongkrong dengan teman-temannya. Namun, semua itu kini tinggal kenangan.

Yang tersisa hanyalah doa, air mata, dan nama yang akan terus disebut dalam setiap cerita perjuangan mahasiswa. Rheza kini menjadi bagian dari catatan sejarah, meski dengan cara yang paling menyakitkan.

Penutup, Suara yang Tak Boleh Padam

Kisah ini adalah potret pahit tentang harga dari sebuah keberanian menyuarakan kebenaran. Tapi kita tidak boleh membiarkan suara itu padam.

Rheza mungkin telah pergi, tapi semangatnya tetap hidup di hati teman-teman, keluarganya, dan siapa pun yang masih percaya bahwa perubahan tidak boleh dibayar dengan nyawa.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun