Bayangkan, seorang ayah yang selama ini hanya ingin anaknya kuliah dengan baik, pulang dengan gelar sarjana, kini dipaksa melihat tubuh sang anak penuh luka. Luka yang meninggalkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Antara Ikhlas dan Luka Batin
Meski dihantui rasa tidak terima, keluarga akhirnya memilih ikhlas. Mereka memutuskan tidak menuntut autopsi. Alasannya sederhana, mereka tak ingin memperpanjang duka.
"Kami pasrah. Otopsi kami tidak mau," kata Yoyon.
Namun, di balik kata "pasrah", jelas tersimpan luka batin. Tidak ada orang tua yang benar-benar ikhlas melihat anaknya pergi dengan cara seperti ini. Apalagi, penuh kejanggalan dan misteri.
Ikhlas bukan berarti lupa. Ikhlas bukan berarti diam. Kadang, ikhlas hanyalah cara untuk bertahan di tengah kenyataan yang terlalu berat.
Kampus Turut Berduka
Kabar kepergian Rheza mengguncang kampusnya. Universitas Amikom Yogyakarta kehilangan salah satu mahasiswa terbaiknya. Ahmad Fauzi, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, menyampaikan rasa duka mendalam sekaligus janji untuk menindaklanjuti kasus ini bersama kepolisian.
Bagi pihak kampus, kepergian seorang mahasiswa bukan sekadar kehilangan individu. Itu adalah tamparan keras bahwa ruang demokrasi masih menyimpan bahaya. Kampus pun merasa perlu memastikan, jangan sampai ada lagi mahasiswa yang pulang tinggal nama setelah menyuarakan pendapat.
Suara Teman dan BEM, Solidaritas yang Menggema
Di mata teman-temannya, Rheza bukan sekadar mahasiswa biasa. Ia dikenal sebagai sosok kritis, aktif dalam diskusi, dan berani menyampaikan pendapat. Ketua BEM Amikom, Alvito Afriansyah, bahkan menyebut bahwa Rheza sering mengkritisi kebijakan pemerintah.
Bagi BEM, tragedi ini bukan hanya soal kehilangan sahabat, tapi juga peringatan bahwa kebebasan berpendapat masih berisiko tinggi.
"Korban tertinggal setelah terjatuh naik motor dan terkena gas air mata," kata Alvito, mengutip informasi dari teman sekelas Rheza.
Di antara mahasiswa, suara solidaritas pun menggema. Mereka menuntut keadilan, bukan sekadar untuk Rheza, tapi juga untuk masa depan mahasiswa lain yang masih percaya bahwa suara mereka penting untuk negeri.