"Sebesar apa pun pengaruhmu di politik dan bisnis, hukum tetap punya cara untuk menempatkan orang pada posisinya."
Kalimat ini mungkin cocok menggambarkan perjalanan hidup Silfester Matutina, sosok yang dulu sering muncul di layar kaca sebagai pengacara, pengusaha, sekaligus relawan politik vokal, namun kini harus menerima kenyataan pahit, vonis 1,5 tahun penjara akibat kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Nama Silfester kembali jadi sorotan publik setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan resmi menggugurkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang ia ajukan pada 27 Agustus 2025. Keputusan itu menutup rapat jalannya untuk menghindari hukuman yang sudah diputuskan sebelumnya.
Bagi sebagian orang, Silfester hanyalah satu dari sekian banyak tokoh politik yang tersandung kasus hukum. Tapi kalau ditarik ke belakang, kisah hidupnya bukan sekadar soal vonis pengadilan. Ia adalah cerminan fenomena yang sering terjadi di negeri ini. Tokoh publik yang meniti karier dari bawah, membangun jejaring politik, lalu terjebak dalam kontroversi yang menodai reputasinya.
Silfester Matutina, pengacara sekaligus tokoh politik, resmi divonis 1,5 tahun penjara usai PK digugurkan PN Jaksel dalam kasus fitnah Jusuf Kalla. - Tiyarman Gulo
Awal Mula Kasus
Kisah hukum Silfester berawal pada 2017, di sebuah momentum politik yang panas. Saat itu, ia berorasi dengan nada keras, menyampaikan tuduhan yang dinilai fitnah terhadap Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI. Tuduhan itu tidak berhenti sebagai wacana, tapi berlanjut ke ranah hukum setelah dilaporkan.
Perjalanan kasusnya cukup panjang: dari pengadilan tingkat pertama, banding, hingga kasasi di Mahkamah Agung. Pada awalnya ia dijatuhi hukuman 1 tahun penjara, namun di tingkat kasasi vonis itu justru diperberat menjadi 1,5 tahun.
Seolah tak mau menyerah, Silfester lalu mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Dalihnya ia tidak bisa menghadiri persidangan karena sakit nyeri dada. Ia bahkan melampirkan surat keterangan sakit. Tetapi, inilah titik krusial. Hakim menilai surat itu tidak sah, karena keterangan sakitnya tidak jelas, bahkan nama dokter pun tidak tercantum dengan benar.
Alasan yang dianggap "tidak bersungguh-sungguh" itulah yang membuat PK-nya gugur. Dengan begitu, semua jalur hukum resmi selesai. Tidak ada lagi peluang untuk lolos. Hukumannya kini sah, dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tinggal mengeksekusi vonis 1,5 tahun tersebut.
Kasus ini semakin menyita perhatian publik karena Silfester bukan tokoh biasa. Ia bukan hanya pengacara, tapi juga Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), organisasi relawan yang dikenal sebagai pendukung Presiden Jokowi. Lebih jauh, ia juga pernah jadi Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Dari relawan pro-Jokowi hingga tim pemenangan Prabowo, Silfester memperlihatkan betapa luas jejaring politiknya. Tapi justru di titik inilah kontradiksi muncul. Di balik kiprah besar, ada catatan hitam hukum yang menghantuinya.
Siapa Sebenarnya Silfester Matutina?
Bagi sebagian orang, nama Silfester mungkin baru dikenal belakangan. Namun, rekam jejaknya cukup panjang. Ia lahir di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, pada 19 Juni 1971. Dari kota kecil di NTT itulah perjalanan panjangnya dimulai.