Sebuah konferensi pers penangkapan koruptor oleh KPK. Apa yang terlintas di benak Anda? Tentu saja, barisan tersangka berompi oranye yang menunduk lesu. Di depan mereka, meja panjang yang dipenuhi tumpukan uang tunai dalam berbagai pecahan, jam tangan mewah, dokumen-dokumen penting, dan mungkin kunci mobil-mobil sitaan. Pemandangan itu adalah "menu utama", bukti nyata dari kejahatan yang telah dibongkar.
Sekarang, bayangkan adegan yang sama pada Jumat, 22 Agustus 2025. Panggungnya ada. Sebelas tersangka, termasuk seorang Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel, dihadirkan. Lampu kamera menyala-nyala. Para wartawan siap dengan pertanyaan tajam. Tapi ada yang aneh. Ada yang hilang.
Meja barang bukti itu kosong melompong. Properti utama dalam drama penangkapan ini tidak ditampilkan.
Sontak, sebuah pertanyaan besar menggantung di udara Gedung Merah Putih KPK. Kenapa? Mengapa dalam kasus sebesar ini, yang menjerat seorang Wamen, KPK justru memilih untuk tidak memamerkan hasil sitaannya? Jawabannya, ternyata, jauh lebih menarik daripada sekadar tumpukan uang.
KPK tak tampilkan barang bukti kasus Wamen Noel saat ekspose perkara. Alasan utamanya, penyidikan masih berkembang untuk menjerat pihak lain. - Tiyarman Gulo
Dua Alasan, Satu Tanda Tanya Besar
Tentu saja KPK tidak membiarkan pertanyaan itu menggantung terlalu lama. Ketua KPK Setyo Budiyanto memberikan penjelasan, atau lebih tepatnya, dua penjelasan yang memicu lebih banyak spekulasi.
Alasan Pertama "Masih Ada Satu yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan"
Ini adalah jawaban klasik seorang penyidik ulung. Setyo Budiyanto tidak merinci siapa "satu orang" ini, apakah ia sudah ditangkap, atau dari pihak mana. Kalimat pendek ini adalah sebuah sinyal kuat, perburuan belum selesai. Roda penyidikan masih berputar kencang, dan kemungkinan besar sedang mengarah pada target baru yang krusial.
Dengan tidak menampilkan barang bukti, KPK melindungi integritas pemeriksaan yang sedang berjalan. Bisa jadi, barang bukti tersebut akan menjadi kunci untuk menjerat "satu orang" misterius ini. Menampilkannya ke publik sekarang sama saja dengan membocorkan strategi dan memberi kesempatan target untuk bersiap-siap.
Siapakah sosok ini? Apakah dia "ikan" yang lebih besar? Otak intelektual di balik skema pemerasan ini? Pertanyaan ini membuat kasus Kemenaker terasa seperti puncak gunung es yang baru terlihat ujungnya.
Alasan Kedua "Kemarin Sudah Ditampilkan"
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo memberikan alasan tambahan yang lebih teknis. Menurutnya, barang bukti tidak ditampilkan karena 22 unit kendaraan sitaan sudah dipamerkan sehari sebelumnya, Kamis (21/8).
Alasan ini masuk akal secara logistik. Namun, dalam dunia investigasi, alasan teknis seringkali menjadi "tameng" untuk alasan strategis yang lebih penting. Bisa jadi ini adalah cara KPK untuk menjawab rasa penasaran publik tanpa harus membuka kartu mereka yang sesungguhnya, yaitu alasan pertama tadi. Keduanya tidak saling bertentangan, tapi jelas, alasan pertama memiliki bobot yang jauh lebih berat.
Bukan Sekadar Prosedur, Ini Sinyal Strategis
Bagi kita orang awam, tidak adanya barang bukti mungkin terlihat aneh. Tapi bagi mereka yang paham cara kerja lembaga antirasuah, ini adalah sebuah pesan. Sebuah strategi.
Langkah KPK ini bisa dibaca sebagai berikut.
Menjaga Momentum Penyidikan. KPK tidak ingin penyidikan yang sedang berkembang terganggu oleh keriuhan publik atas barang bukti tertentu. Fokus mereka adalah mengunci semua pihak yang terlibat.
Efek Kejut untuk Target Berikutnya. Dengan menyimpan rapat-rapat bukti yang mereka miliki, KPK menciptakan ketidakpastian dan ketakutan di antara pihak-pihak lain yang mungkin terlibat. Mereka akan terus bertanya-tanya, "Bukti apa saja yang sudah dipegang KPK? Apakah nama saya ada di sana?"
Sinyal Kekuatan. Ini menunjukkan bahwa KPK sangat percaya diri dengan kasusnya. Mereka tidak butuh "gimmick" pamer barang bukti untuk meyakinkan publik. Penetapan 11 tersangka, termasuk seorang Wamen, sudah merupakan pernyataan yang sangat kuat.
Mengunci 11 Nama, Mengintai Siapa Lagi?
Meskipun panggungnya terasa kosong, jangan salah, KPK sudah berhasil mengunci nama-nama besar. Sebelas orang resmi menyandang status tersangka dan ditahan, mulai dari koordinator, sub-koordinator, direktur, dirjen, pihak swasta, hingga sang Wakil Menteri Immanuel Ebenezer.
Mereka semua disangkakan dengan pasal pemerasan dan gratifikasi, sebuah kejahatan yang terorganisir dan sistemik. Ini bukanlah kasus receh. Ini adalah pembongkaran sebuah "kerajaan kecil" di dalam Kemenaker.
Ketiadaan barang bukti di depan publik sama sekali tidak mengurangi keseriusan kasus ini. Justru sebaliknya, hal itu menandakan bahwa KPK sedang mempersiapkan jaring yang lebih besar untuk menangkap ikan-ikan lain yang masih bersembunyi di perairan keruh birokrasi.
Jadi, konferensi pers hari itu bukanlah akhir dari cerita. Ini bahkan bukan pertengahan cerita. Ini adalah sebuah teaser, sebuah pengumuman bahwa episode selanjutnya akan jauh lebih mendebarkan. Kita semua hanya bisa menunggu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI