Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pelajaran Mahal dari Pati, Arogansi Pejabat Dihantam Suara Rakyat!

14 Agustus 2025   13:02 Diperbarui: 14 Agustus 2025   18:47 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah momen deus ex machina dalam drama ini. Sebuah intervensi dari kekuatan yang lebih tinggi yang langsung mengubah alur cerita. Pesan politiknya sangat kuat.

Pemerintah pusat di bawah Prabowo ingin menunjukkan citra responsif, cepat tanggap, dan berpihak pada kepentingan rakyat kecil. Isu yang dibiarkan berlarut-larut di daerah bisa merusak citra pemerintah secara keseluruhan, dan mereka tidak akan membiarkannya.

Tikungan 180 Derajat, dari "Tak Gentar" Menjadi "Tegak Lurus"

Lalu, apa yang terjadi pada tembok arogansi yang tadinya tampak begitu kokoh? Runtuh seketika.

Bupati Sudewo, yang beberapa hari sebelumnya dengan gagah berani siap menghadapi 50.000 massa, langsung "tegak lurus" melaksanakan perintah. Kebijakan kenaikan PBB dibatalkan. Permintaan maaf pun diucapkan.

Perubahan sikap yang drastis ini menunjukkan sebuah realitas politik yang telanjang. Ada hierarki kekuasaan yang tidak bisa dilawan. Seorang bupati boleh saja menjadi "raja kecil" di daerahnya, tapi ia tetap berada di bawah gubernur dan presiden.

Meskipun Sudewo telah meminta maaf dan membatalkan kebijakannya, nasi sudah menjadi bubur. Kepercayaan publik sudah terlanjur terkoyak. Permintaan maaf yang datang setelah adanya "perintah dari atas" sering kali terasa tidak tulus, lebih seperti keterpaksaan daripada kesadaran. Luka di hati masyarakat Pati mungkin butuh waktu lebih lama untuk sembuh.

Pelajaran Mahal yang Bisa Kita Petik Bersama

Kisah dari Pati ini lebih dari sekadar berita viral sesaat. Ia adalah sebuah cermin besar bagi para pemimpin, dan juga bagi kita sebagai rakyat. Ada beberapa pelajaran abadi di dalamnya.

  1. Kekuatan Rakyat Itu Nyata. Di era digital, suara rakyat tidak bisa lagi diremehkan. Sebuah keluhan lokal bisa menjadi gelombang tsunami nasional dalam hitungan jam. Jangan pernah menantang kekuatan kolektif yang merasa harga dirinya diinjak-injak.

  2. Komunikasi Adalah Segalanya. Seorang pemimpin bisa punya niat baik, tapi jika cara komunikasinya buruk, niat itu tidak akan pernah sampai. Empati, kerendahan hati untuk mendengar, dan kemampuan merangkul jauh lebih kuat daripada arogansi dan ketegasan yang buta.

  3. Kekuasaan Adalah Amanah, Bukan Hak Milik. Jabatan bupati, gubernur, hingga presiden adalah amanah dari rakyat. Menggunakan kekuasaan untuk menekan rakyat yang seharusnya dilayani adalah bentuk pengkhianatan terbesar terhadap amanah tersebut.

  4. Tidak Ada Lagi "Isu Lokal". Dengan konektivitas hari ini, semua masalah bisa menjadi perhatian nasional. Pemimpin di daerah harus sadar bahwa setiap kebijakan dan ucapan mereka kini diawasi oleh jutaan mata di seluruh Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun