Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Generasi Sandwich dan Mimpi Pensiun, Mungkin atau Angan?

30 Mei 2025   20:22 Diperbarui: 30 Mei 2025   20:22 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi Sandwich dan Mimpi Pensiun, Mungkin atau Angan? (Photo by detik)

Financial - Kamu kini di usia 60-an, pagi-pagi menyeduh kopi hangat, duduk di beranda sambil membaca buku favorit, atau merencanakan liburan ke tempat impian yang belum pernah kamu datangi. Tapi, plot twist, bukannya bersantai, kamu masih harus bangun pagi, kerja lembur, bayar cicilan rumah, kirim uang untuk orangtua yang sakit-sakitan, dan membiayai sekolah anak yang makin mahal tiap tahun.

Kalau kamu merasa relate, selamat datang di realitas Generasi Sandwich, generasi yang hidup di tengah tekanan ekonomi dua arah, ke atas (orangtua) dan ke bawah (anak-anak). Di sinilah pertanyaan besar muncul,

Apakah masih mungkin bagi Generasi Sandwich untuk punya masa pensiun yang tenang dan layak? Atau itu cuma mimpi di siang bolong?

Generasi Sandwich terjepit beban anak & orangtua. Meski berat, pensiun tetap mungkin dengan literasi finansial, investasi, dan perencanaan matang. - Tiyarman Gulo

Siapa Itu Generasi Sandwich?

Generasi Sandwich adalah sekelompok orang usia produktif (sekitar 25--50 tahun) yang memikul beban finansial dari dua arah sekaligus,

  • Anak-anak mereka yang masih butuh biaya pendidikan, makan, dan kebutuhan dasar lainnya.
  • Orangtua mereka yang tidak punya dana pensiun cukup atau sedang sakit dan membutuhkan bantuan.

Istilah "sandwich" menggambarkan bagaimana mereka terjepit layaknya isian roti lapis. Bukan cuma soal uang, tapi juga energi, waktu, dan mental.

Ciri-ciri Generasi Sandwich,

  • Tidak bisa menabung secara konsisten.
  • Selalu merasa uang "pas-pasan".
  • Jarang memikirkan pensiun karena terlalu sibuk bertahan hidup.
  • Merasa bersalah saat menolak permintaan orangtua atau anak.

Fakta Pahit Soal Keuangan Generasi Ini

Menurut data BPS dan OJK, lebih dari 80% pekerja di Indonesia tidak memiliki dana pensiun atau rencana keuangan jangka panjang. Banyak juga orangtua dari generasi milenial yang,

  • Tidak punya asuransi kesehatan.
  • Tidak menabung sejak muda.
  • Bergantung sepenuhnya pada anak-anak di masa tua.

Di sisi lain, anak-anak sekarang menghadapi,

  • Biaya pendidikan yang naik hingga 10--15% per tahun.
  • Standar hidup tinggi karena tekanan sosial.
  • Beban psikologis dari orangtua yang berharap "anak harus sukses".

Tekanan ini membuat mimpi pensiun terasa seperti mimpi indah yang menjauh.

Apakah Pensiun Itu Masih Mungkin?

Jawabannya, MASIH MUNGKIN. Tapi... butuh strategi dan kesadaran ekstra.

Pensiun bukan hanya soal punya uang, tapi soal mindset, perencanaan, dan konsistensi. Berikut ini strategi realistis yang bisa mulai dilakukan sekarang juga,

1. Literasi Finansial, Melek Uang Itu Kewajiban!

Mau mulai dari mana? Dari paham ke mana uangmu pergi.

Gunakan sistem pengelolaan sederhana, 50-30-20 Rule.

  • 50% untuk kebutuhan pokok.
  • 30% untuk gaya hidup.
  • 20% untuk tabungan dan investasi.

Buat anggaran bulanan, dan patuhi! Kurangi beli hal yang sebenarnya "nggak perlu tapi pengin."

2. Komunikasi Finansial dengan Keluarga

Jangan biarkan kamu sendirian menanggung semua beban.

  • Ajak orangtua ikut diskusi keuangan, ajarkan soal BPJS, manfaat asuransi, dan realistis soal pengeluaran.
  • Libatkan pasangan dan anak dalam diskusi keuangan rumah tangga.
  • Jangan merasa berdosa untuk bilang "tidak" ketika pengeluaran melebihi kemampuan.

3. Ajari Anak tentang Uang Sejak Dini

Generasi Sandwich adalah hasil dari siklus yang tidak diputus. Yuk, ubah itu.

  • Ajarkan anak menabung sejak kecil.
  • Biasakan mereka menghargai kerja keras dan uang.
  • Tanamkan bahwa kemandirian finansial adalah tanggung jawab pribadi, bukan beban yang diwariskan.

4. Mulai Investasi Sekecil Apa Pun

Kamu nggak harus jadi investor handal. Yang penting mulai!

Pilihan investasi jangka panjang,

  • Reksadana, cocok buat pemula.
  • Emas, stabil di tengah inflasi.
  • Saham, untuk yang mau belajar lebih dalam.
  • Properti, jika sudah punya dana lebih.
  • DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan), program pensiun mandiri.

Mulai dari Rp100.000 sebulan pun bisa!

5. Berani Menolak Jika Harus

Kadang, bagian paling sulit adalah bilang "tidak" pada orang-orang yang kita cintai.

Tapi, kamu tidak bisa memberi dari gelas kosong. Jika kamu terus mengorbankan dirimu sendiri, ujungnya kamu burnout, dan semua orang malah rugi.

Berbakti bukan berarti kehilangan identitas dan masa depanmu.

6. Jaga Kesehatan Mental dan Fisik

Tekanan finansial tanpa jeda bisa bikin stres berkepanjangan.

  • Curi waktu untuk dirimu sendiri.
  • Cari komunitas atau support group.
  • Jangan ragu konsultasi ke psikolog atau konsultan keuangan.

Ingat, kamu nggak sendirian.

Jadi, Kapan Idealnya Pensiun?

Idealnya, usia pensiun adalah 55--60 tahun. Tapi, untuk Generasi Sandwich, mungkin bisa realistis di usia 60--65 tahun, tergantung kesiapan finansial dan kondisi keluarga.

Kuncinya adalah mulai persiapan dari sekarang. Jangan tunggu "nanti kalau sudah mapan", karena mapan itu seringkali ilusi.

Refleksi Pribadi, Apakah Aku Termasuk Generasi Sandwich?

Jawabannya, iya.

Aku juga berada di fase hidup di mana harus berpikir panjang. Antara ingin menyenangkan orangtua, ingin memberikan hidup layak untuk anak, dan di sisi lain... aku juga ingin hidupku tidak habis untuk bertahan saja.

Tapi perlahan, aku belajar, aku harus berani bilang "cukup". Cukup pengeluaran, cukup ekspektasi, dan cukup menyalahkan diri sendiri.

Karena mimpi pensiun itu bukan cuma soal uang, tapi tentang hidup yang tetap bisa berharga, bermakna, dan tenang saat usia senja.

Jangan Wariskan Beban, Wariskan Kesadaran

Generasi Sandwich tidak akan jadi generasi terakhir, kecuali kita memutus siklusnya sekarang.

Pensiun mungkin terasa jauh, tapi bukan berarti tak terjangkau. Dengan disiplin, komunikasi, dan keberanian untuk berubah, kita tetap bisa memperjuangkan masa tua yang layak.

Karena mimpi itu bukan untuk ditertawakan, tapi untuk diperjuangkan. Perlahan, tapi pasti.(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun