APBN Bebas Defisit 2027: "Mimpi Besar, Tanggung Jawab Lebih Besar"
Oleh Karnita
Pendahuluan
Jumat sore, 15 Agustus 2025, suasana Gedung Nusantara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dipenuhi tepuk tangan panjang yang menggema. Republika menurunkan berita berjudul "Disambut Gemuruh Standing Applause, Prabowo Targetkan APBN 2027 Bebas Utang", melaporkan pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD 2025. Sorotan tertuju pada tekad Presiden menghapus defisit APBN dalam dua hingga tiga tahun mendatang.
Pernyataan itu relevan di tengah kondisi ekonomi global yang rentan akibat fluktuasi harga komoditas, ketegangan geopolitik, dan tantangan fiskal pascapandemi. Defisit anggaran yang selama ini menjadi beban fiskal negara, jika berhasil dihapus, akan memberi ruang lebih besar bagi pembiayaan pembangunan tanpa utang. Bagi masyarakat luas, hal ini berarti potensi stabilitas ekonomi jangka panjang yang lebih terjaga.
Penulis tertarik mengulasnya karena target ini bukan sekadar hitung-hitungan fiskal, tetapi mengandung pesan moral dan politik yang kuat. Bebas defisit bukan hanya prestasi teknis, melainkan simbol kemandirian ekonomi dan disiplin anggaran. Apalagi, wacana ini menuntut partisipasi lintas sektor dan kerja sama politik yang konsisten.
1. Tekad Politik di Balik Angka
Target APBN bebas defisit pada 2027 yang disampaikan Presiden Prabowo adalah sebuah pernyataan politik yang sarat makna. Ia bukan hanya bicara angka pendapatan dan belanja negara, melainkan membangun narasi kedaulatan fiskal. Langkah ini menuntut konsistensi dalam memotong kebocoran anggaran yang selama ini menjadi persoalan laten.
Pesan utamanya adalah keberanian mengambil keputusan yang mungkin tidak populer, seperti efisiensi belanja, restrukturisasi subsidi, dan pengetatan proyek-proyek yang tidak prioritas. Hal ini sekaligus menjadi kritik terhadap praktik anggaran masa lalu yang sering kali bersifat kompromistis. Jika komitmen ini dijaga, maka kepercayaan publik dan pasar dapat meningkat signifikan.
Namun, refleksi pentingnya adalah: tekad politik harus diimbangi dengan perencanaan teknis yang solid. Sebab, menghapus defisit tanpa memperkuat basis pendapatan dapat berisiko pada layanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Keseimbangan inilah yang akan menentukan keberhasilan janji tersebut.