Worklife - Kamu datang ke job fair, semangat bawa map lamaran, udah siap tampil rapi, tapi malah dibalikin cuma karena umur udah lewat 30 atau dianggap "nggak good looking"? Nah, era itu sebentar lagi tinggal cerita.
Mungkin kamu pernah dapat jawaban seperti ini,
"Maaf, kami cari yang maksimal usia 27 tahun."
Padahal kamu baru 29, pengalaman kerja oke, kemampuan bahasa Inggris top. Tapi karena angka umur dua tahun lewat, semua jadi sia-sia.
Atau kamu pernah lihat syarat absurd seperti ini di loker,
"Good looking, tinggi min. 165 cm, belum menikah, usia maksimal 24."
Loker kayak gini tuh bukan langka, malah dulu jadi standar.
Kemnaker hapus syarat batas usia & good looking demi pasar kerja inklusif, tapi tantangan tetap ada di ketersediaan lapangan kerja dan persaingan. - Tiyarman Gulo
Kebijakan Baru, Apa yang Perlu Dihapus dan Mengapa?
Pada Job Fair Kemnaker 2025, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer menyatakan bahwa syarat seperti batas usia, penampilan fisik, dan status pernikahan akan dihapuskan dari proses rekrutmen kerja.
"Sebentar lagi surat edaran akan kami keluarkan," katanya, Jumat, 23 Mei 2025.
Intinya, Diskriminasi semacam ini nggak boleh lagi terjadi. Negara mendorong inklusivitas dan kesetaraan kesempatan di dunia kerja. Semua orang berhak ikut bersaing, terlepas dari usia dan penampilan.
Kenapa Good Looking dan Umur Jadi Masalah Selama Ini?
Mari kita jujur, budaya "tampil menarik = lebih sukses" masih kental. Perusahaan merasa tampilan menarik bisa jadi nilai jual, apalagi di posisi frontliner.
Begitu juga dengan umur. Ada anggapan,
- Usia muda = semangat tinggi, fleksibel.
- Usia 30+ = "sudah susah dilatih ulang".
Padahal itu stigma, bukan fakta.
Banyak pekerja usia 35 ke atas justru lebih loyal, stabil emosional, dan mampu bekerja mandiri. Tapi karena aturan rekrutmen yang diskriminatif, mereka sering tersisih sebelum sempat menunjukkan keunggulan.
Reaksi Masyarakat dan Potret Job Fair Kekinian
Coba lihat video viral dari akun @bayvolk di X (Twitter) yang memperlihatkan antrean mengular di Job Fair Cikarang. Ada yang sampai pingsan karena harus berdiri lama hanya untuk scan barcode lamaran.
Ini bukan soal kemalasan, ini soal betapa desperate-nya para pencari kerja, baik yang muda maupun yang tak muda lagi.
Jadi, wajar banget ketika kabar penghapusan batas usia dan syarat good looking itu muncul, publik langsung heboh. Karena akhirnya ada harapan untuk mereka yang selama ini disisihkan.
Realita di Lapangan, Sudah Banyak Lowongan Inklusif?
Jawabannya: YA, makin banyak. Portal kerja seperti,
- Glints.
- Jobstreet.
- Loker.id.
- Jakartakerja.com.
...sudah mulai mencantumkan lowongan yang tidak menyebut batas usia maupun kriteria penampilan. Bahkan di Glints, ada fitur pencarian kerja tanpa syarat pengalaman, usia, atau status.
Beberapa perusahaan juga sadar bahwa diversity = produktivitas.
Apakah Ini Solusi Ampuh Atasi Pengangguran?
Mari kita realistis. Penghapusan syarat diskriminatif ini adalah langkah awal.
Tapi belum cukup tanpa,
- Peningkatan skill dan pelatihan ulang (reskilling).
- Dukungan sistem informasi lowongan kerja yang aktif.
- Kebijakan afirmatif untuk usia non-produktif.
Saat ini, pengangguran terbuka Indonesia masih di atas 7 juta orang (per awal 2025), menurut data BPS. Mereka bukan malas, mereka cuma nggak punya akses yang adil.
Pekerjaan Apa yang Cocok untuk Mereka yang Dulu Tersisih?
Banyak!
1. Remote Freelancer
Cocok untuk usia 35+ yang punya skill seperti,
- Penulisan konten.
- Desain grafis.
- Data entry.
- Customer service online.
2. UMKM Support
Banyak pelaku UMKM butuh admin, akuntan, hingga tenaga produksi tanpa melihat usia.
3. Tenaga Pengajar Nonformal
Kursus bahasa, tutor anak, guru private digital.
4. Pekerjaan Berbasis Skill
Seperti teknisi AC, barista, driver online, desainer interior, sampai jasa servis rumah tangga.
Asal punya kemauan belajar dan bisa jual keahlianmu secara digital, usiamu bukan lagi penghalang.
Tantangannya, Dunia Kerja Kita Siap Inklusif Nggak, Sih?
Kendala terbesarnya justru bukan dari pemerintah, tapi dari,
- HRD yang masih mindset lama.
- Perusahaan yang belum sadar manfaat keragaman.
- Budaya internal yang masih bias penampilan dan usia.
Maka perlu,
- Edukasi SDM.
- Sertifikasi ulang profesional.
- Sistem pelaporan jika terjadi diskriminasi.
Pemerintah harus menjaga momentum ini agar jadi gerakan nasional, bukan hanya kebijakan seremonial.
"Kamu Layak Dapat Kesempatan Kedua (dan Ketiga)"
Kalau kamu pernah ditolak kerja cuma karena usia atau penampilan, sekarang saatnya ambil kembali panggungmu. Karena di dunia kerja yang adil, kompetensi, integritas, dan niat belajar jauh lebih berharga dari angka di KTP atau bentuk rahangmu.
Dan kalau kamu perusahaan, yuk jadi bagian dari perubahan. Berhenti cari "usia maksimal 27 tahun", karena bisa jadi yang kamu butuhkan justru seseorang yang usianya 40 dan siap kerja serius.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI