Begitu juga dengan umur. Ada anggapan,
- Usia muda = semangat tinggi, fleksibel.
- Usia 30+ = "sudah susah dilatih ulang".
Padahal itu stigma, bukan fakta.
Banyak pekerja usia 35 ke atas justru lebih loyal, stabil emosional, dan mampu bekerja mandiri. Tapi karena aturan rekrutmen yang diskriminatif, mereka sering tersisih sebelum sempat menunjukkan keunggulan.
Reaksi Masyarakat dan Potret Job Fair Kekinian
Coba lihat video viral dari akun @bayvolk di X (Twitter) yang memperlihatkan antrean mengular di Job Fair Cikarang. Ada yang sampai pingsan karena harus berdiri lama hanya untuk scan barcode lamaran.
Ini bukan soal kemalasan, ini soal betapa desperate-nya para pencari kerja, baik yang muda maupun yang tak muda lagi.
Jadi, wajar banget ketika kabar penghapusan batas usia dan syarat good looking itu muncul, publik langsung heboh. Karena akhirnya ada harapan untuk mereka yang selama ini disisihkan.
Realita di Lapangan, Sudah Banyak Lowongan Inklusif?
Jawabannya: YA, makin banyak. Portal kerja seperti,
- Glints.
- Jobstreet.
- Loker.id.
- Jakartakerja.com.
...sudah mulai mencantumkan lowongan yang tidak menyebut batas usia maupun kriteria penampilan. Bahkan di Glints, ada fitur pencarian kerja tanpa syarat pengalaman, usia, atau status.
Beberapa perusahaan juga sadar bahwa diversity = produktivitas.
Apakah Ini Solusi Ampuh Atasi Pengangguran?
Mari kita realistis. Penghapusan syarat diskriminatif ini adalah langkah awal.
Tapi belum cukup tanpa,
- Peningkatan skill dan pelatihan ulang (reskilling).
- Dukungan sistem informasi lowongan kerja yang aktif.
- Kebijakan afirmatif untuk usia non-produktif.