Pendidikan - Bulan Mei 2025 akan menjadi saksi peluncuran program pembinaan siswa bermasalah di barak militer, yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan bahwa ini adalah bagian dari upaya pembentukan karakter, bukan pelatihan militer. Namun, kebijakan ini sontak menuai kontroversi. Banyak pihak, mulai dari DPR RI hingga sesama kepala daerah, mempertanyakan efektivitas dan etika dari program ini. Apakah pendekatan semi-militer cocok untuk dunia pendidikan? Atau justru berpotensi melanggar hak-hak anak?
Program barak militer untuk siswa bermasalah di Jawa Barat mendapat kritik. Pendekatan holistik lebih disarankan untuk pendidikan karakter yang efektif. - Tiyarman Gulo
Apa Itu Program Barak Militer untuk Siswa?
Program ini ditujukan untuk menangani siswa yang dikategorikan sebagai bermasalah, misalnya, sering membolos, membangkang, atau terlibat dalam perundungan. Para siswa tersebut akan ditempatkan di barak militer untuk menjalani pembinaan karakter, mental, dan fisik. Meskipun tetap mendapat pelajaran dari guru sekolah asal yang datang ke barak, kehidupan mereka selama program ini akan diwarnai jadwal ketat ala militer.
Tujuan Mulia di Balik Program
Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program ini bukan untuk menakut-nakuti atau menghukum, melainkan membentuk kepribadian siswa agar lebih disiplin, bertanggung jawab, dan bugar secara fisik dan mental. Menurutnya, pendekatan konvensional sudah tidak cukup untuk menanggulangi perilaku menyimpang di kalangan pelajar.
Sebagian pihak mendukung gagasan ini. Mereka beranggapan bahwa generasi muda saat ini mengalami krisis disiplin dan semangat belajar, sehingga perlu "digembleng" agar tidak tumbuh menjadi generasi yang lemah mental.
Kritik Keras dari Berbagai Kalangan
Namun, banyak pihak yang justru merasa khawatir. Salah satunya adalah anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana. Ia menyatakan bahwa pendekatan militeristik bukan solusi yang tepat. Menurutnya, setiap siswa memiliki latar belakang unik yang tidak bisa disamaratakan dengan pola didik keras.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, juga mengkritik kebijakan ini. Ia menekankan pentingnya mengikuti aturan hukum yang berlaku. Dalam pandangannya, membentuk kebijakan baru tanpa merujuk pada peraturan nasional bisa menimbulkan pelanggaran hak anak dan berujung pada kriminalisasi pelajar.
Psikologi Pendidikan
Dalam pendekatan psikologi pendidikan modern, siswa yang menunjukkan perilaku menyimpang dianggap sedang mengalami masalah internal atau eksternal yang butuh pemahaman, bukan hukuman. Mereka mungkin mengalami kekerasan di rumah, tekanan ekonomi, atau krisis identitas.
Jika ditangani dengan cara yang keras, anak justru bisa mengalami trauma tambahan, kehilangan rasa aman, dan bahkan menyimpan dendam terhadap institusi pendidikan. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip pendidikan yang menempatkan anak sebagai subjek pembelajaran.
Risiko Pendekatan Militeristik
Beberapa kritik mengenai mengirim anak ke barak militer, justru bisa berdampak negatif, apalagi jika tidak diiringi asesmen psikologis yang mendalam. Beberapa risiko yang mungkin muncul antara lain,
- Trauma psikologis, anak merasa ditolak oleh sekolah dan keluarga.
- Stigma sosial, setelah kembali dari barak, siswa mungkin dijauhi teman-teman.
- Efek jangka panjang, anak bisa tumbuh dengan pandangan bahwa kekerasan adalah cara menyelesaikan konflik.
Selain itu, pendekatan ini juga berpotensi mengaburkan batas antara pendidikan dan militerisasi, yang berbahaya jika diterapkan secara luas.
Pendekatan Holistik dan Humanis
Sebagai alternatif, banyak pakar pendidikan menyarankan pendekatan holistik. Ini artinya, penanganan siswa bermasalah harus melibatkan seluruh aspek kehidupan mereka, psikologis, sosial, keluarga, dan akademik. Beberapa pendekatan yang disarankan antara lain,
- Konseling individual dan kelompok.
- Mentoring oleh guru atau alumni.
- Program pengembangan karakter berbasis proyek sosial.
- Keterlibatan aktif orang tua.
Dengan pendekatan ini, siswa merasa dipahami, bukan dihukum. Mereka akan belajar bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar, bukan alasan untuk dikucilkan.
Peran Strategis Guru BK dan Psikolog Sekolah
Guru Bimbingan Konseling (BK) dan psikolog sekolah adalah kunci utama dalam menangani siswa bermasalah. Sayangnya, masih banyak sekolah yang belum memiliki psikolog, bahkan jumlah guru BK pun sering kali tidak mencukupi.
Padahal, guru BK yang terlatih bisa menjadi tempat curhat yang aman bagi siswa. Mereka bisa melakukan asesmen, memberikan terapi pendek, atau merujuk ke profesional lain jika dibutuhkan. Tanpa peran mereka, penanganan siswa bermasalah hanya akan bersifat permukaan.
Melibatkan Orang Tua dan Lingkungan Sosial
Siswa tidak hidup dalam ruang hampa. Mereka dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan lingkungan sosial. Oleh karena itu, program pembinaan harus melibatkan semua pihak tersebut.
Misalnya, sekolah bisa mengadakan pelatihan parenting bagi orang tua siswa. Komunitas lokal juga bisa diajak terlibat dalam kegiatan sosial yang membangun rasa tanggung jawab siswa. Dengan cara ini, anak belajar dari lingkungan yang nyata, bukan dari tekanan fisik.
Mendidik dengan Hati
Pendidikan seharusnya membentuk manusia yang utuh, bukan hanya patuh, tapi juga sadar, kritis, dan berempati. Program barak militer untuk siswa bermasalah, memiliki tujuan mulia dan berniat baik, namun bagi pengkritik memiliki banyak potensi masalah jika tidak dilaksanakan dengan pendekatan yang tepat.
Jika yang dibutuhkan adalah disiplin, maka bentuklah disiplin yang lahir dari kesadaran, bukan ketakutan. Jika yang dicari adalah karakter, maka bangunlah karakter dengan teladan, bukan tekanan.
Anak bukan musuh yang harus ditaklukkan, tapi manusia yang butuh dipahami. Pendidikan yang manusiawi tidak hanya mendidik otak, tapi juga menyentuh hati.
"Karakter tidak hanya dibentuk di barak. Ia tumbuh di ruang yang penuh kasih, pengertian, dan dialog yang tulus.".(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI