Kebanyakan orang memang menaruh simpati, namun hanya pria tua ini yang menaruh empati padanya. Â "hei, siapa yang meninggalkanmu?" tanya jelas pria tua.
"Bayanganku, aku tak menemukannya dimana-mana. Ia menghilang pagi ini, padahal semalam masih ada. Apakah kau mau membantu untuk mencarinya?" Tanya gelandangan.
Pria tua itu mulai menjulurkan tangan, "Alfred, namamu?".
"Gustav".
Mereka berjabat tangan. Dalam sudut pandang alfred, ia penasaran seperti apa pikiran gelandangan yang mencari kesana-kemari mencari bayangannya sendiri.
"Kenapa ia tak pernah tahu jika bayangan hanya bisa dilihat jika ada cahaya?" gumamnya.
"Ayo kita cari bayanganmu!" Alfred hanya ingin mengikuti alur tanpa memberi tahu alasan kenapa bayangannya hilang.
Gustav tersenyum dan langsung berkeliling beriringan dengan Alfred untuk mencari bayangannya. Hari pun semakin gelap, namun tekad mereka berdua tak kunjung redup. Mereka mencari kesana-kesini hingga bertanya kepada petugas penjaga toko grosir pinggir jalan.
Hasilnya tetap nihil, penjaga itu tak menghiraukannya karena mengira Gustav adalah orang gila yang sering ia temui di seberang jalan. Disaat Gustav menghampiri toko lain untuk bertanya, Alfred pun memberi sedikit uang kepadanya untuk menjawab seperlunya jika Gustav bertanya kembali.
Hanya itu yang dapat ia lakukan untuk menemukan jawaban dari seorang gelandangan yang agak tidak waras. Alfred hanya penasaran akan jawabannya mengigat umurnya sudah cukup tua untuk jawaban yang sangat rasional.
Setelah sekian lama ia mencari dan tak menemui bayangannya. Gustav mulai khawatir akan kewarasannya. Kali ini ia berpikir sangat waras ketika kecewa.