Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Parpol Alternatif?

23 Januari 2021   17:26 Diperbarui: 13 April 2024   21:57 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Partai Politik [Kompascom Kristianto Purnomo]

Mungkinkah rakyat membangun partainya sendiri, partai alternatif yang lepas dari pengaruh oligark? Mungkinkah partai alternatif milik rakyat itu berhasil meraih kursi di parlemen?

Sebelum masuk ke sana, pertanyaan yang perlu terlebih dahulu dijawab adalah seberapa perlu sebuah partai alternatif. Untuk itu kita harus berangkat dari kondisi negeri ini: ketimpangan ekonomi yang kian parah.

"Satu persen orang di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional. Jika dinaikkan jadi 10 persen keluarga maka ini menguasai 70 persen. Artinya sisanya 90 persen penduduk memperebutkan 30 persen sisanya. Itu yang perlu dikoreksi," kata Bambang Widianto pada 2019 lalu.[1]

Jangan mengira Bambang adalah politisi PKS, Partai Demokrat, atau petinggi FPI. Bambang itu orang Jokowi. Ia Staf Wakil Presiden merangkap Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Pernyataan itu Bambang sampaikan dalam acara laporan akhir TNP2K di Istana Wakil Presiden.

Setahun sebelumnya, lembaga internasional Credit Suisse menyatakan hal kurang lebih serupa. Laporan Global Wealth Report 2018 yang diterbitkannya menyebutkan,  1% Orang Terkaya Indonesia menguasai 46% dari total kekayaan penduduk, sementara 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk.[2]

Jika kekayaan itu diibaratkan tanah seluas 1.000 ha di kampung berpenduduk 1.000 orang, golongan 10 orang terkaya menguasai 460 ha; 90 orang dalam golongan terkaya kedua menguasai 290 ha; sementara 900 orang lainnya berbagi 250 ha. Diandaikan tanah dibagi sama rata di masing-masing golongan, setiap orang dalam kelompok 10 terkaya memiliki 46 ha; 90 orang dilapisan kedua masing-masing menguasai 3,6 ha; sementara tiap orang dalam kelompok 900 jelata hanya menguasai 0,27 ha. Betapa timpangnya!

Begitu pula data dari lembaga lain. Pada 2017 Oxfam merilis data, 4 orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan setara total harta 100 orang miskin.[3] Atau pula yang disampaikan Prof. Jeffrey Winters, mengutip data 2010,  kekayaan bersih rata-rata dari empat puluh oligarki terkaya di Indonesia lebih dari 630.000 kali PDB per kapita.[4]

Hah. Mengherankan bahwa di tengah ketimpangan yang sedemikian rupa, orang-orang dalam kekuasaan mendapuk dada Pancasilais dan menuding kelompok lain anti-Pancasila. Bukankah Pancasila itu satu kesatuan prinsip. Pancasilais bagaimana jika keadilan sosial sangat jauh panggang dari api?

Yang bikin lebih sakit hati, kekayaan kaum satu persen orang terkaya dihasilkan dengan mengorbankan hak petani, buruh, dan masyarakat adat, serta oleh kerusakan lingkungan yang mereka hasilkan, mengorbankan pula hak seluruh rakyat Indonesia.

Dalam artikel beberapa hari lalu, saya mengulas sumber kekayaan 75 persen dari golongan 15 orang terkaya versi Forbes 2020 yang rupanya berasal dari penguasaan lahan untuk perkebunan sawit, hutan tanaman industri, dan tambang batu bara. Hutan rusak berganti lahan tambang duit kaum 1 persen. Ketika banjir tiba, Negara pula, melalui uang pajak rakyat, yang harus membiayai aksi tanggap darurat dan pemulihan korban bencana. Rakyat pula yang harus bersolidaritas menolong sesamanya. Tidakkah ini kelewat ironis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun