Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bank Indonesia Blak-blakan soal Peluang Perulangan Krisis 1998

20 September 2018   05:10 Diperbarui: 20 September 2018   10:08 3188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nilai tukar rupiah-dollar [Ilustrasi, detik.com]

Depresiasi rupiah atau naiknya nilai tukar dollar terhadap rupiah mengundang kecemasan banyak orang. Jangan-jangan krisis 1998 akan terulang kembali.

Kondisi ini juga menguntungkan para politisi anti-Joko Widodo yang memanfaatkannya untuk mengkritik pemerintah. Ada yang melakukan kritik dengan tulus agar pemerintah mengambil kebijakan emergensi dan strategis untuk menguatkan nilai tukar rupiah; ada pula yang sengaja mengipas-ngipasi kepanikan agar Presiden Jokowi yang jadi capres petahana pada pemilihan presiden (pilpres) 2019 berkurang popularitas dan elektabilitasnya.

Terlepas dari apapun motifnya, politis atau tulus, rakyat perlu tahu kondisi yang sebenarnya. Untuk itulah DPR RI menggelar seminar bertajuk "Ke Mana Arah Rupiah" pada Rabu, 19 September.

Hadir sebagai salah seorang narasumber adalah Direktur Eksekutif Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi.

Dodi mengakui bahwa depresiasi rupiah menyebabkan nilai tukar dolar terhadap rupiah hampir menyamai kondisi 1998. Namun menurutnya tingkat kegentingan saat ini sangat jauh berbeda dibandingkan ketika krisis ekonomi melanda Indonesia 20 tahun lampau, pun 10 tahun lalu.

Ada tiga indikator yang perlu diperhatikan untuk memahami keadaan saat ini sehingga rakyat tidak perlu cemas dan panik.

Yang pertama adalah inflasi atau tingkat kenaikan harga-harga umum.

Secara alamiah, karena banyak barang konsumsi masyarakat, baik barang jadi, pun komponen bahan bakunya masih diimpor, depresiasi rupiah berdampak pada kenaikan harga-harga atau inflasi.

Namun inflasi saat ini jauh lebih rendah dibandingkan 1998 dan 2008, bahkan lebih rendah dari kondisi normal di masa pemerintahan SBY.

Ketika krisis 1998, inflasi mencapai 82 persen. Pada krisis 2008, inflasi sebesar 12 persen. Saat ini, tingkat inflasi hanya 3,2 persen. Pada kondisi normal di masa pemerintahan SBY, tingkat inflasi di atas 4 persen.

Jadi belum ada alasan untuk panik oleh kenaikan harga-harga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun