Mohon tunggu...
tika novita anggraini
tika novita anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa

menari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dibalik Candaan,Ada Luka:Cerita Sunyi Tentang Sekolah yang Tak Selalu Indah

16 September 2025   18:32 Diperbarui: 16 September 2025   18:32 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bagi sebagian orang,periode MTS atau SMP mungkin selalu diingat dengan momen-momen bahagia:tertawa bersama teman-teman,bersenang-senang di kantin,atau mengenang pelajaran yang suka bikin bingung.Namun,tidak semua orang memiliki pengalaman semenyenangkan itu.Ada juga yang menjalani hari-harinya dengan penuh rasa takut,cemas,dan diam-diam berjuang sendirian. 

Aku masih sangat ingat,saat pertama kali masuk MTs,aku datang dengan penuh semangat.Dalam pikiranku '' wah,pasti menyenangakan bertemu teman-teman baru,berada di lingkungan baru,dan memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik.Namun kenyataannya jauh berbeda dari apa yang aku bayangkan.

Di awal aku terlihat polos dan pendiam.Namun,itulah yang justru membuat beberapa teman mulai mengejekku.Mulai caraku berbicara,caraku berjalan,hingga gaya berpakaian menjadi bahan lelucon.Aku berusaha untuk menganggapnya hanya sebagai candaan,tetapi lama-kelamaan situasinya semakin memburuk.Tas aku pernah di sembunyikan,bukuku sampai sobek karena dijadikan mainan,bahkan tas aku pernah di pakai untuk mengepel lantai.Rasanya sangat menyakitkan,namun aku hanya bisa diam dan berpura-pura kuat.Aku takut kalau bercerita bakal mengangap aku lemah. 

Malam-malamku sering di selimuti oleh isak tangis yang pelan,karena aku bingung kepada siapa harus mengungkapkan perasaanku.Hingga pada suatu saat,aku memberanikan diri untuk berbicara kepada wali kelas.Aku mengira beliau akan marah atau menyalahkan,tetapi ternyata tidak.Justru beliau mengucapkan satu yang sangat sederhana,namun memberi ketenangan yang luar biasa bagiku:

    "Kamu tidak salah,dan kamu tidak sendirian"

Kalimat itu sederhana,tapi efeknya luar biasa.Pelan-pelan suasana kelas mulai berubah.Teman-teman lebih hati-hati dalam bercanda, aku mulai nemuin teman yang bener-bener bisa dipercaya,dan yang paling penting aku nggak merasa sendirian lagi dan aku juga belajar untuk kembali mempercayai diriku sendiri.

Kalau dihubungkan dengan psikologi pendidikan,situasi ini sangat berkaitan dengan apa yang dikenal sebagai bullying. Dalam studi psikologi, perundungan tidak hanya mencakup tindakan fisik, tetapi juga bentuk verbal seperti ejekan dan pengucilan,serta dampak emosional.Dampaknya sangat serius: bisa membuat anak merasa rendah diri,mudah cemas,bahkan mengalami trauma dalam jangka panjang (Olweus, 1993).

Di samping itu,teori Keterikatan dari Bowlby juga dapat menjelaskan mengapa saya merasakan ketenangan setelah wali kelas mendengarkan saya.Anak-anak atau remaja memerlukan sosok yang dapat dipercaya sebagai basis aman tempat untuk kembali setiap kali merasa terancam oleh lingkungan luar.Kehadiran guru yang mendukung ternyata dapat menjadi faktor kunci dalam mengembalikan rasa percaya diri siswa.

Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa sekolah memiliki peran penting dalam mencegah bullying.Sebagai contoh,penelitian oleh Espelage dan Swearer (2003, School Psychology Review) menunjukkan bahwa intervensi dari guru dan pengembangan budaya kelas yang saling menghargai dapat mengurangi kasus perundungan secara significan.Maka, guru sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai pengajar,tetapi juga dapat berperan sebagai pelindung psikologis bagi muridnya.

Dari pengalaman ini,saya belajar satu hal: kadang-kadang, keberanian bukanlah tentang melawan atau berteriak, tetapi cukup berani untuk mengungkapkan “saya butuh bantuan”. Dan ketika ada satu orang yang bersedia mendengarkan tanpa menghakimi, dunia yang sebelumnya gelap bisa perlahan-lahan kembali terang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun