Tangan saya mulai memegang di bagian atas bambu,  memosisikannya persis di depan dada, serta memastikan bambu tersebut berdiri tegak dan  stabil.
Secara perlahan, saya pun menempatkan kaki kanan pada pijakan yang tersedia, dan disusul dengan kaki kiri.
Lalu, memastikan kalau tubuh  saya sudah seimbang, untuk siap memulai langkah.
Begitu cara saya ketika mengikuti lomba egrang pada perayaan 17 Agustus di kampung halaman sedari kecil.
Bagi saya pribadi, pengalaman itu sangat berkesan dan menarik.
Di kampung halaman kami, permainan egrang memang termasuk kategori permainan yang diminati oleh anak-anak dan remaja.
Bahkan tidak sedikit orang dewasa yang masih mau memainkannya. Tentu dengan tantangan yang berbeda. Misalnya, dengan posisi pijakan kaki yang jauh lebih tinggi.
Sekarang, permainan tradisional seperti ini, sudah jarang saya temui. Bahkan di lingkungan tempat tinggal saya ini, hampir tidak pernah melihat permainan tradisional semacam ini.
Pernah saya mencoba, menarik perhatian siswa saya di sekolah. Di saat perayaan 17 Agustus, saya menunjukkan kemahiran saya memainkan egrang.
Walau sudah lama tidak memainkannya, ternyata saya masih bisa menjaga keseimbangan tubuh, bukan saja bisa melangkah, tetapi masih lihai untuk berlari-lari kecil.