Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kuli Bangunan, dari Tanah Kolonial ke Ruang Digital

7 Mei 2022   09:00 Diperbarui: 17 Mei 2022   10:08 5100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umpak batu keraton di situs Kerto, salah satu vastupurumandala yang banyak digunakan di bangunan masyarakat Jawa | kompas.com

Menurut Attahiyat dalam Adi (2011), sejarah kuli bangunan di Indonesia itu sejatinya dimulai dari kuli-kuli bangunan asal Tiongkok. Saat itu, Batavia sedang banyak membangun infrastruktur penunjang kota yang biaya pembangunannya sendiri berasal dari pajak orang-orang Tionghoa. Pemerintah Hindia Belanda (VOC) saat itu juga mengerahkan para pekerja kasar dari Tiongkok, karena melimpahnya sumber daya manusia yang bisa dimanfaatkan dalam konstruksi.

Namun, memasuki tahun 1802, orang-orang Tionghoa yang dulunya bekerja sebagai kuli bangunan ini pun perlahan menghilang dan digantikan oleh masyarakat Jawa. Hal ini bisa muncul karena kehidupan mereka secara ekonomi pun berubah, berkat adanya proses perpindahan dan kemauan dari mereka untuk berubah serta naik kelas. Mereka rata-rata berubah profesinya menjadi seorang pedagang, pemilik toko, bahkan menjadi pengrajin.

Berbeda dengan masyarakat Tionghoa yang dulunya kuli dan kini berubah menjadi pedagang paling cengli, masyarakat Jawa yang tadinya menjadi kuli bangunan justru tidak memiliki perkembangaan yang berarti. Hal inilah yang kemudian pada akhirnya mengkonseptualisasi cara berpikir kita selama ini, bahwa kuli bangunan adalah mereka yang berasal dari tanah Jawa serta memiliki keterampilan dan kebiasaan selayaknya kuli secara umum.

Pada akhirnya, kita bisa menyimpulkan bahwa ada perjalanan yang sangat panjang di balik hubungan antara masyarakat Jawa dengan profesi mereka sebagai kuli bangunan. Siapa yang menyangka, bahwa sejarah akan keterkaitan hal tersebut sudah mulai ribuan tahun sebelum kita mengenal apa itu Indonesia yang kemudian kehadiran mereka terus diwarisi dan semakin dibutuhkan oleh banyak pihak untuk menyokong geliat pembangunan ekonomi.

Kita perlu berterimakasih atas jasa dan dedikasi yang sudah mereka berikan selama ini terhadap kehidupan kita. Tentu kita tahu bahwa kehidupan para kuli bangunan yang sering kali mengandung tawa di ruang digital kita karena konten meme adalah suatu hal yang berbanding terbalik dengan realitas hidup mereka yang nelongso. Namun, berkat mereka juga kita dapat saling mengangkat satu sama lain untuk dapat menjadi manusia yang bisa saling menghargai.

Daftar Pustaka:

Heuken. (2003). Mesjid-Mesjid Tua di Jakarta. Jakarta. Yayasan Cipta Loka Caraka.

Sedyawati et al. (2003). Candi Indonesia, Seri Jawa. Jakarta. Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman.

Gandhi, L. (2013, November 25). A History Of Indentured Labor Gives 'Coolie' Its Sting. Dikutip dari: https://www.npr.org/sections/codeswitch/2013/11/25/247166284/a-history-of-indentured-labor-gives-coolie-its-sting 

Adi, W. (2011, April 23). Dua Abad Perjalanan Para Kuli. Dikutip dari: https://megapolitan.kompas.com/read/2011/05/30/18465569/~Megapolitan~News?page=all 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun