Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Covid-19, Sepeda, dan Tren Pembelian Konsumtif

16 Desember 2020   08:00 Diperbarui: 9 September 2022   13:36 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Munculnya tren konsumsi sepeda yang ada di Indonesia sejatinya menandai dari akan dimulainya era new normal, bersamaan dengan pelonggaran lockdown yang terjadi di negara-negara Eropa. 

Dikutip dari tempo.com, beberapa negara Eropa mulai mengkampanyekan “bike to work” seiring dengan di longgarkannya lockdown. Kampanye ini bertujuan untuk mengurangi beban transportasi umum yang belum bisa pulih 100% akibat lockdown di beberapa kota.

Sebagai contoh, Perancis dan Inggris telah memulai langkah ambisiusnya untuk kembali menghidupkan sepeda sebagai transportasi pribadi yang ramah lingkungan. Perancis berencana akan menggelontorkan dana sebesar 20 juta Euro, sedangkan Inggris akan menghibahkan dana sebesar 250 juta Poundsterling. Kampanye mengenai “bike to work” yang dilakukan oleh beberapa negara Eropa, sejatinya juga dilatarbelakangi oleh beberapa alasan.

Dilansir dari liputan6.com, menurut Agus Taufik, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), menyebutkan transportasi umum menjadi salah satu agen atau tempat yang sangat berperan besar dalam menyebarkan Covid-19. Hal bisa terjadi, karena di dalam sistem transportasi ada sebuah interaksi dalam bentuk kerumunan, dan hal ini menjadi indikator yang sangat penting, jika virus dapat menyebar dan menularkan dengan sangat mudah.

Terlepas dari maraknya tren bersepeda, kampanye mengenai supaya orang-orang untuk kembali bersepeda lagi, sejatinya datang dari anjuran yang diberikan oleh WHO Eropa. Seperti yang dikutip dari mainsepeda.com, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merilis sebuah panduan teknis tentang beraktivitas selama pandemi virus corona. WHO menganjurkan masyarakat untuk bersepeda dan berjalan kaki guna menghindari kontak fisik serta memperlambat penularan virus.

Analisis Fenomena


Dari pemaparan data diatas beserta dengan menggunakan teori konsumsi, kita dapat menganalisis bahwa sepertinya memang bukan WHO Eropa yang punya tujuan untuk menjadikan sepeda sebagai sebuah tren bertransportasi. Lalu, kira-kira siapakah pelaku yang membuat kegiatan ini akhirnya menjadi tren? Sudah pasti tentunya adalah media kita. Pendekatan teori konsumsi yang dipakai oleh media membantu mereka untuk dapat mereproduksi tren ini.

Media lewat berbagai produk berita dan iklannya, menjadikan tren bersepeda akhirnya kembali diminati oleh khalayak luas. Ingatlah bahwa media memiliki sebuah teori komunikasi bernama jarum hipodermik, yang memampukan mereka untuk membuat khalayak dapat langsung mempercayai sebuah pesan tersebut tanpa harus berpikir dua kali ketika mereka sedang mengkonsumsi berita atau iklan di sebuah media (Onong Uchjana. 2003, hal. 84).

Media lewat jarum hipodermiknya, berhasil membuat publik merasa takut. Pemberitaan seperti ditampilkannya angka infeksi yang semakin naik, jumlah korban bertambah, dan lainnya, membuat orang akhirnya menjadi cepat percaya dan tak jarang menimbulkan hoax

Karena media berhasil membentuk ke semua hal tersebut, akhirnya masyarakat juga berhasil masuk ke dalam sebuah bentuk kehidupan hiperrealitas. Disinilah bentuk dari sebuah teori konsumsi itu terjadi.

Hiperrealitas yang dibentuk oleh media lewat produk berita kemudian dirawat dengan baik oleh iklan. Iklan berusaha memberikan sebuah penawaran produk yang sekiranya bisa dikonsumsi oleh masyarakat dan membuat mereka (masyrakat) menjadi terasa lebih aman dan tenang, ketika harus berhadapan dengan ancaman Covid-19. Pembentukan berbagai penawaran iklan bersumber dari rasa takut yang dibentuk dan direproduksi oleh media lewat produk berita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun