Mohon tunggu...
Theoni Damaris
Theoni Damaris Mohon Tunggu... Penulis

Survive Monday blues, wifi lemot, dan komentar random di medsos, ya gitu deh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Siapa yang Merebut Ruang Siapa? Konflik Monyet Ekor Panjang dan Manusia di Kawasan Karst Gunungkidul

14 September 2025   02:43 Diperbarui: 14 September 2025   03:22 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(dok. Naufal Seta Kurnianta, 2025)

Selama hampir sepuluh tahun terakhir, masyarakat Gunungkidul harus berhadapan dengan Monyet Ekor Panjang yang tidak lagi dianggap sebagai satwa liar di tepi hutan, melainkan pesaing dalam memperebutkan sumber hidup. Konflik masyarakat Gunungkidul dan Monyet Ekor Panjang menyisakan pertanyaan: siapa sebenarnya yang merebut ruang siapa?


Dalam beberapa tahun terakhir, berita tentang satwa yang turun ke pemukiman warga semakin sering terdengar. Kehadiran mereka sering dilabeli sebagai hama, perusak tanaman, atau ancaman bagi sumber penghidupan masyarakat. Padahal kenyataannya jauh lebih kompleks dan serba salah. Satwa-satwa tersebut dipaksa turun karena sumber makanan di habitat aslinya semakin menipis. Penyusutan dan perubahan fungsi hutan membuat ruang hidup mereka semakin sempit, akibatnya wilayah jelajah mereka meluas hingga ke ladang, kebun, bahkan pekarangan warga. Mereka tidak bertujuan untuk menyerang, melainkan semata-mata mencari makanan untuk bertahan hidup.

Konflik antara manusia dan Monyet Ekor Panjang bukan sekadar persoalan satwa liar yang memasuki pemukiman, namun menandakan adanya pergeseran habitat. Ruang hidup mereka yang dulunya cukup luas dan beragam kini semakin menyempit, sehingga satwa kehilangan sumber pangan alaminya. Kondisi ini membuat pertemuan manusia dan satwa semakin sering, dengan potensi gesekan yang tak terhindarkan.

Akar permasalahannya dapat ditelusuri sejak program penanaman jati secara masif pada 1960-an di Paliyan, Gunungkidul. Pemerintah kala itu mendorong reboisasi dengan tanaman yang dianggap cocok dengan kondisi geologis kawasan karst, di mana tanah didominasi batu kapur dan gamping sehingga unsur hara dan air yang dapat disimpan oleh tanah terbatas. Selain itu, cuaca ekstrem dan udara panas memaksa tumbuhan serta hewan di daerah ini beradaptasi agar tetap bertahan hidup.

Jati dipilih bukan hanya karena mampu beradaptasi, tetapi juga memiliki nilai ekonomi tinggi hingga dijuluki sebagai "tabungan masa depan". Namun, kebijakan tersebut membuat hutan yang semula kaya akan ragam vegetasi, mulai dari pohon buah, semak, hingga pepohonan besar, perlahan berubah menjadi hutan homogen yang berdampak serius bagi ekosistem dan satwa liar. Perubahan lanskap tersebut membuat Macaca fascicularis kehilangan variasi dan ketersediaan makanan. 

Macaca fascicularis atau yang dikenal sebagai monyet ekor panjang, atau crab-eating macaque merupakan spesies yang memiliki daya adaptasi yang sangat baik (Hartati, 2023). Dalam ekosistem hutan karst, Macaca berperan penting sebagai penyebar biji, herbivora sekaligus predator, serta pengendali jumlah serangga (Ramadhan, 2022). Spesies ini cenderung hidup di bagian tepi hutan sehingga kerap bersinggungan dengan aktivitas manusia, terutama di wilayah yang berbatasan langsung dengan ladang dan pemukiman. Sejumlah studi menunjukkan bahwa konflik antara manusia dan monyet dipicu oleh perebutan ruang jelajah dan sumber pangan. Hutan yang dulunya kaya akan ragam vegetasi kini berubah menjadi hutan homogen, yang mengakibatkan sumber pakan berkurang drastis dan memaksa monyet memperluas wilayah jelajah hingga ke pemukiman. Satwa yang biasanya bergantung pada sumber pangan di tepi hutan kini terpaksa mencari makan di ladang, kebun, hingga pekarangan warga.

(dok. Naufal Seta Kurnianta, 2025)
(dok. Naufal Seta Kurnianta, 2025)

Monyet ekor panjang sering kali dilabeli sebagai hama yang harus dibasmi (Ghulam 2021), padahal permasalahan sesungguhnya berasal pada krisis ruang hidup. Warga mengalami kerugian akibat tanaman yang dirusak atau buah-buahan yang habis dimakan, sementara bagi monyet, aktivitas ini merupakan strategi bertahan hidup di tengah degradasi sumber daya alam yang mereka miliki. Selain itu, kondisi hutan yang homogen juga mengakibatkan hilangnya predator alami bagi Macaca fascicularis, sehingga populasinya meningkat pesat. Jumlah yang terus bertambah membuat kebutuhan pangan melonjak, memaksa monyet merambah lahan pertanian dan perkebunan warga, sehingga konflik dengan manusia pun tak terhindarkan. Ketika pasokan makanan terbatas, monyet dan manusia sering berebut sumber daya, khususnya hasil pangan seperti ketela, mangga, sirsak, jambu air, serta berbagai sayuran dan buah-buahan lainnya (Sulistiyowati, 2024).

Selain itu, keberadaan banyak kawasan wisata dan kebiasaan membuang sampah sembarangan semakin memperbesar interaksi antara monyet dan manusia. Monyet yang sebelumnya harus susah payah mencari makan di hutan, kini lebih mudah mendapatkan makanan dengan mengorek tempat sampah atau menunggu di area wisata. Situasi ini diperparah oleh wisatawan yang sering memberi makan satwa, membuat monyet kehilangan rasa takut dan terbiasa pada kehadiran manusia. Akibatnya, mereka malas mencari makan di hutan dan lebih memilih bergantung pada sumber makanan instan seperti di kawasan pariwisata.

Masalah ini jika dibiarkan secara terus-menerus maka akan menjadi masalah besar di kemudian hari. Konflik yang awalnya hanya soal lahan dan pangan bisa berkembang menjadi ancaman terhadap kesejahteraan masyarakat sekaligus keberlangsungan satwa itu sendiri. Jika tidak ada langkah pengelolaan yang serius, kerugian petani akan terus berulang, sementara monyet kehilangan kemampuan alaminya untuk mencari makan di hutan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun