"Di mana senjata pembunuh kejadian ini? Pisau itu. Kau menemukannya?"
Mahmud menggeleng, "Tidak, Kilesa. Lebih tepatnya belum. Kau lihat aku sedang menugaskan timku untuk mencarinya. Hanya saja kita kurang orang. Villa ini terlalu besar."
Sementara itu Johnson menanggapi, "Bisa saja pisau itu dibawa oleh pelakunya dan dibuang di suatu tempat di luar villa. Jejak darah ini hanya omong kosong."
Aku menatap Johnson namun ia keburu tersenyum picik dan menunjuk kepalanya, seakan -- akan hipotesanya benar. Namun aku setuju. Sulit untuk menemukan senjata pembunuh di tempat seluas ini, juga ada kemungkinan senjata itu tidak ada di villa. Untuk sekarang, lebih baik menginterogasi orang terdekat. Dudi dan keluarganya. Terlebih, keluarga itu mencurigakan. Mengapa Roger ditinggalkan sendiri?
"Keluarga itu belum boleh pulang ke luar kota, Mahmud. Kita harus menanyai mereka."
"Aku setuju, Kilesa. Mereka cukup mencurigakan menurutku. Aku sudah meminta tim pengamanan untuk mengawasi mereka di hotel. Dan Dudi ada di dalam rumah putih itu. Kau bisa bertanya padanya jika ingin."
Aku mengangguk dan berjalan menuju rumah putih yang berada di tingkat pertama. Namun sebelum aku melangkah masuk, tiba -- tiba Johnson berseru. Seruannya sangat kencang sehingga aku sedikit tersentak..
"Nah, teman -- teman, kita menemukan senjata pembunuh itu. Tidak tanggung -- tanggung, bersama pembunuhnya pula!"
Aku menengok dan menyaksikan sebuah pemandangan yang mengejutkan. Seekor kelinci berdiri di paving block yang menanjak naik, di belakang mayat Roger, dengan sebilah pisau tergigit di mulutnya. Mukanya penuh dengan bercak darah, dan matanya memerah. Seakan -- akan ia memberitahu kami bahwa ialah yang membunuh Roger Yamin. Johnson tertawa.
"Lihatlah dan saksikanlah! Seekor kelinci pembunuh! Pertama di dunia kepolisian!"
***