Mohon tunggu...
Theodore Rex Semita
Theodore Rex Semita Mohon Tunggu... Murid Kolese Kanisius

Saya orang Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tanggapan saya dengan F Rahardi

19 September 2025   22:03 Diperbarui: 19 September 2025   22:03 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

F. Rahardi ini tidak hanya menggambarkan kondisi Indonesia pada tahun pembuatan artikel, namun sebagai gambaran budaya masyarakat Indonesia yang mudah takut dan bereaksi berlebihan menghadapi situasi

Bagi saya, gagasan yang disampaikan oleh penulis menarik dan memiliki unsur kebenarannya. Akhir akhir ini, sering saya merasakan hal yang sama, paranoia dan fobia masyarakat, terjadi di dunia nyata. Hal ini ditunjukan oleh demonstrasi demonstrasi besar yang dilakukan masyarakat terhadap RUU TNI atas alasan yang tidak masuk akal, yaitu resiko pelanggaran HAM. Juga terlihat dari sisi pemerintah yang takut menghadapi kritik masyarakat mengenai kenaikan harga barang pokok, pajak, dan angka pengangguran di Indonesia. Hal ini membuat saya sadar bahwa hasil karya F. Rahardi ini tidak hanya menggambarkan kondisi Indonesia pada tahun pembuatan artikel, namun sebagai gambaran budaya masyarakat Indonesia yang mudah takut dan bereaksi berlebihan menghadapi situasi. Artikel ini juga mengajarkan banyak hal mengenai cara hidup dan kesulitan bercocok tanam yang dialami oleh warga Indonesia pada zaman tersebut. Cara menanggulangi masalah dengan beradaptasi sangatlah inspiratif bagi saya. 

Artikel mengenai ulat bulu dan fobia masyarakat oleh F. Rahardi memiliki struktur tiga bagian : kisah pembuka, pendalaman nilai kisah, dan pesan cerita. Kisah pembuka dalam konteks ini merujuk pada 10 paragraf pertama teks. Kisah pembuka ini menjelaskan mengenai ulat bulu dan juga fobia, topik bahasan teks secara keseluruhan, serta  pandangan masyarakat pada zaman tersebut mengenai ulat bulu. Bagian kisah pembuka ini menyorotkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki paradoks : kecintaan manusia atas keindahan kupu-kupu dan kebencian manusia yang mendalam terhadap ulat bulu walaupun merupakan alur hidup yang sama.

Dalam tahap pendalaman nilai kisah, nilai yang ingin disampaikan penulis untuk pesan kritiknya di bagian berikutnya ditunjukan. Melalui paragraf narasi dan juga eksposisi, F. Rahardi menunjukan bagaimana kebencian terhadap ulat sebenarnya merugikan bagi petani petani yang menggunakan pestisida untuk membunuh ulat bulu. Ini dilakukan untuk menunjukan efek dari fobia terhadap kemampuan masyarakat untuk membuat keputusan atas dasar logika yang kemudian diremehkan. Tema ini ditunjukan secara lebih lanjut pada bagian berikutnya (pesan) dan dikaitkan dengan kondisi politik di Indonesia. 

Tahap pesan dalam teks F. Rahardi ini mengaitkan konsep fobia yang berlebihan pada masyarakat Indonesia pada skala besar. Artikel mengkritik bagaimana berbagai insiden dan permasalahan di Indonesia dianggap lelucon. Hal ini dipaparkan sebagai sesuatu yang berbahaya karena beresiko meringankan masalah yang berat, membuat lengah masyarakat dan menahan kemajuan.

Secara kebahasaan dan sastra, artikel ini sudah sangat baik. Setiap bagian memiliki topik yang koheren dan mudah dimengerti oleh pembacanya. Analisis dan pencantuman informasi juga bisa dianggap sangat lengkap, menguatkan argumen yang disampaikan oleh F Rahardi. Kelemahan yang saya temukan adalah penggunaan informasi mengenai konsumsi ulat bulu yang digunakan dengan minim, sehingga tidak membantu pesan teks mengenai dampak fobia. Sebaiknya dihilangkan atau diperpanjang agar menyatu dengan konsep utama teks. 

Editorial ini menyampaikan kritik yang keras dan langsung tentang ketidakmampuan pemerintah untuk menanggapi kasus pemasangan pagar laut ilegal. Artikel ini menyampaikan kelemahan pemerintah untuk menyelidiki dan menyelesaikan khususnya, mengutip penggunaan teknik yang "rumit dan bertele-tele". Selain itu, disampaikan juga pemerintah yang kesulitan menemukan aktor-aktor yang terlibat meskipun para saksi menyampaikan bahwa, "Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Polri seharusnya tidak kesulitan menguak dalang proyek tak berizin...". Dengan isu relevan ini, artikel ini juga mengungkapnya penting bagi para pihak yang terlibat khususnya juga Presiden Prabowo untuk segera menyelesaikan kasus ini karena dapat merugikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah apabila tidak tertangani.

Penulis menyampaikan isi artikel dengan cara yang tidak bertele-tele, secara tidak langsung mengkritik kemampuan pemerintah dalam menangani kasus ini. Penjelasan mengenai isu ini, kronologis proses penyidikan, dan pihak serta informasi penting disampaikan penulis secara langsung dan jelas sehingga mudah dipahami oleh para pembaca. Melalui fakta-fakta tersebut, penulis juga menyampaikan kritiknya tentang kualitas pemerintah yang dipimpin oleh kabinet Prabowo. Penulis merasa bahwa pemerintah harus bisa bertanggungjawab dalam menanggapai permasalahan-permasalahan seperti ini dengan cara yang efektif dan efisien karena apabila tidak, hal ini tidak hanya merugikan masyarakat lokal tapi juga persepsi rakyat terhadap pemerintah.

Artikel ini berhasil untuk menyampaikan kritik yang tajam terhadap kemampuan, atau lebih jelasnya, ketidakmampuan pemerintah dalam menangani kasus relevan seperti pemasangan pagar laut ilegal ini. Kritik yang disampaikan benar dan sesuai dengan kondisi yang masyarakat lihat tentang pemerintah sekarang. Kondisi pemerintah yang sekarang diamati oleh masyarakat adalah kepengurusan yang lemah dan tidak kompeten. Walaupun ketiga hal tersebut tidak disampaikan secara langsung, dapat diperhatikan bahwa pemerintah dalam teks editorial memiliki sikap yang lemah dan kurang kompeten dalam menjalankan tugasnya secara normal dan saat menangani kasus-kasus ilegal. Sebagai warga Indonesia, saya menanggapinya dengan cukup kekecewaan. Oleh karena itu, saya tidak bisa melakukan apapun selain menyuarakan pendapat saya dan berharap pemerintah bisa memperbaiki diri, seberapa kecil kemungkinan itu akan terjadi.

Kolom ini menyampaikan kekecewaannya terhadap kondisi politik dan para pejabat zaman sekarang. Penulis menegaskan hilangnya integritas para pejabat politik dengan mengutip sumpah pelantikan anggota DPR. Sumpah ini yang seharusnya menjadi afirmasi bagi para tokoh politik untuk menjalankan tugasnya demi mewakilkan rakyat dan memajukan bangsa ternyata hanya berupa omong kosong. Sumpah ini hanyalah formalitas bagi para pejabat karena perilaku mereka saat menjalani jabatan justru sangat berlawanan dengan janji mereka. Walaupun berupa teks, saya bisa merasakan kesedihan dan kekecewaan yang dirasakan oleh penulis saat membuat karya tulis ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun