Mohon tunggu...
Theo Dahoklory
Theo Dahoklory Mohon Tunggu... Marinyo Yotowawa Creative Labs

Membaca, Menulis, Berkebun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Noel dan Krisis Integritas

24 Agustus 2025   19:40 Diperbarui: 24 Agustus 2025   19:40 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Design By Canva )

Noel dan Krisis Integritas

 Publik dikagetkan dengan sebuah pernyataan resmi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah melalukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada wakil menteri ketenagakerjaan Repbulkik Indoensia (Wamennaer), Immanuel Ebenezer. Pria kelahiran Riau, 27 Juli 19975, memulai karirnya sebagai driver ojol, aktivis anti korupsi, ketua relawan, komisaris dan kemudian puncaknya menjadi wakil menteri. Karir yang mentereng bagi seorang (bukan) driver ojol biasa di tanah air. Noel melejit menuju puncak karir dengan mudah, disaat fakta hari ini banyak generasi muda sulit mendapatkan pekerjaan.

Sungguh sebuah ironi bagi bangsa ini, Noel mengkhianati kepercayaan publik Indonesia melalui Presiden Prabowo yang telah memberikannya kursi empuk dan menikmati kekuasaan.  Ia yang kemarin membuat publik terkagum-kagum dan jatuh cinta dengan pergerakannya sebagai pejuang anti korupsi, pembela kaum buruh, pemuda yang merakyat, hari ini publik terdiam seolah tidak percaya bahwa Ia bisa melakukan kejahatan itu. Noel tak kuasa menahan hasrat kekuasaan yang seharusnya digunakan untuk melayani rakyat sebagai tuannya, justru menggunakannya untuk memperkaya diri sendiri.

Atommic Habits

James Clear dalam buku Atomic Habits, mengungkapkan bahwa kultur tempat kita tinggal menentukan perilaku-perilaku mana yang menarik bagi kita. Kita cenderung mengambil kebiasaan yang di puji dan diterima oleh kultur kita karena sebagai manusia memiliki hasrat yang kuat untuk menyesuaikan diri dan menjadi bagian dari kelompok. Kita cenderung meniru kebiasaan kelompok sosial: yang akrab seperti keluarga dan teman, orang banyak atau kelompok serta orang berkuasa atau mereka yang memiliki status dan prestise.

Kisah noel memberikan tanda tanya publik Indoneisa, apakah seburuk itu kultur tempat kerja di negeri ini? sehingga Noel yang dikenal sebagai simbol suara orang biasa, suara keadilan, suara perubahan, dalam sekejap waktu berubah menjadi seorang tersangka kejahatan luar biasa?

Selain itu, James Clear juga mengungkap bahwa salah satu hal yang paling efektif yang dapat dilakukan agar membangun kebiasaan yang lebih baik adalah bergabung dengan kultur tempat perilaku yang anda inginkan dan dianggap normal dan anda sudah memiliki sesuatu yang juga dimiliki oleh sesama anggota kelompok. Noel bukan hanya piawai tetapi maestro dalam memainkan orkestrasi ini. Noel berhasil mengkapitalisasi narasi relawan untuk kepentingan pribadinya, layaknya politisi oportunis memanfaatkannya sebagai alat hegemoni, setelah mencapaai kursi kekuasaan Noel dengan mudah menyesuaikan diri dengan para mafia dalam pengelolaan sertifikasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Krisis Integritas

Di depan mobil mewah dan motor pabrikan eropa, publik mendapati Noel mengkhiananti kepercayaan rakyat. Perilaku korupsi yang bagi masyarakat dianggap sebagai hal tabu, justru di mata Noel sebagai perilaku normal.  Mungkin perilaku normal kelompok seringkali lebih kuat daripada perilaku yang diinginkan secara individu. Noel hanya salah satu publik figur yang menambah daftar panjang pejabat publik di negeri kita yang bermassalah secara hukum.Sebelum Noel, ada Setya Novanto dengan kasus KTP elektornik, Johnni G Plate dengan megakorupsi BTSnya.

Rentetan peristiwa ini, menjadikan kita krisis reputasi atas publik figur kita, dan membuat kita bertanya apakah lebih baik keliru bersama kelompok daripada benar tapi dikucilkan? Hari ini integritas adalah barang langkah dan mahal di negeri ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun