Mohon tunggu...
niqi carrera
niqi carrera Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sebagai ibu, ikut prihatin dan resah dengan kondisi sekitar yang kadang memberi kabar tidak baik. Dengan tulisan sekedar memberi sumbangsih opini dan solusi bangsa ini agar lebih baik ke depan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Harga BBM Naik, Sudah Tepatkah Kebijakan Ini?

5 September 2022   06:53 Diperbarui: 5 September 2022   06:53 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan negara telah mengalokasikan dana untuk Tunjangan dan Kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp 502,4 triliun dan berpotensi lagi Rp 195 triliun. Namun, menurut dia, masih belum tepat sasaran dan banyak diapresiasi oleh kalangan kaya.

Sri Mulyani menjelaskan, sebagian pengguna energi solar adalah rumah tangga dan sebagian lagi kalangan bisnis. Tidak kurang dari 89% dari 15 hingga 17 juta kiloliter solar dikonsumsi oleh bisnis dan 11% oleh rumah tangga. Dalam konsumsi rumah tangga, hingga 95% dinikmati oleh rumah tangga yang mampu dan hanya 5% yang dinikmati oleh rumah tangga yang tidak mampu. 

Adapun Pertalite, Sri Mulyani mengatakan situasinya tidak jauh berbeda. Total subsidi Pertalite sebesar Rp 93,5 triliun, 86% bermanfaat bagi rumah tangga dan 14% sisanya bermanfaat bagi dunia usaha. Dari penerima manfaat, tidak kurang dari 80% yang kaya dan hanya 20% yang miskin. Apakah subsidi selama ini sebuah kesalahan?

***

Kata-kata Sri Mulyani bagaikan racun pahit yang menambah penderitaan rakyat. Penikmat BBM yag mayoritas orang kaya atau rumah tangga kaya hanyalah alibi pencabutan subsidi BBM. Ketok palu kenaikan harga Pertalite naik dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter, sedangkan solar naik dari Rp 5.150/liter menjadi Rp 6.800/liter.

Demikian pula, sektor produksi faktanya dimiliki oleh banyak orang kaya. Sedangkan harga produk yang terkena dampak kenaikan harga BBM akan selalu ditanggung konsumen. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa proporsi penduduk, yang miskin masih lebih banyak daripada yang kaya.

Sebelumnya, dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Rebate Rate (DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%, suku bunga dasar simpanan 3 dan suku bunga pinjaman, tarif dasar adalah 4,5%.

Keputusan untuk menaikkan suku bunga tersebut dilatarbelakangi oleh langkah ke depan dan kehati-hatian yang bertujuan untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi dan volatilitas ekonomi. Bersamaan dengan menstabilkan nilai tukar Rupiah sesuai dengan nilai dasarnya.

Masalah kenaikan harga BBM sepertinya datang silih berganti. Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi sebenarnya sudah dimulai sejak minggu kedua Agustus 2022. Begitu pula pada awal September, kenaikan harga BBM tidak terjadi. 

Mengutip Kontan (29 Agustus 2022), kenaikan harga BBM akan dilaksanakan pada Oktober 2022. Ia mengatakan, karena pemerintah masih harus mensimulasikan kenaikan harga BBM, terutama dampaknya terhadap inflasi dan anggaran tambahan bagi masyarakat miskin.

Masyarakat resah dan tak sabar menunggu kenaikan harga BBM. Bukan karena senang, tapi karena kenaikan harga BBM pasti akan menimbulkan efek domino di berbagai sektor. Selain itu, inflasi bahan makanan (seperti telur dan beberapa sayuran) belum juga mereda.

Harga BBM belum naik, beberapa sektor ekonomi kelas bawah rela teriak harga. Misalnya, sekitar 20.000 pengusaha warteg yang tergabung dalam Himpunan Pedagang Warteg Indonesia (HiPWIN) menyatakan menolak rencana kenaikan BBM pertalite dan solar. 

Menurut mereka, kenaikan harga BBM akan menekan pertumbuhan ekonomi di berbagai bidang, di samping risiko penurunan daya beli masyarakat dan peningkatan permintaan belanja.

Di sisi lain kita harus bersiap munculnya kasus penimbunan. Penimbunan adalah praktik menakutkan yang berulang setiap kali muncul masalah kenaikan harga, termasuk bahan bakar. Metode penyimpanan bahan bakar juga berbeda. Ada yang menggunakan kendaraan modifikasi, ada yang mundur, ada yang set di satu titik, dll.

 Pada pertengahan Agustus 2022 saja, ada 49 kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi. Sementara itu, berdasarkan hasil pantauan cyber newsline hingga awal September, kasus penimbunan batu Pertalite dan solar telah terjadi di beberapa daerah.

 Di Aceh, lebih dari satu ton penimbun BBM bersubsidi ditangkap. Penimbunan juga terjadi di Bogor (Jawa Barat), Nganjuk (Jawa Timur) dan Palangkaraya (Kalimantan Tengah). Bentuk penyalahgunaan BBM bersubsidi selain penimbunan yang paling umum adalah membeli BBM bersubsidi dalam jerigen tanpa izin jual kembali dan menjual BBM bersubsidi kepada pelaku industri. 

Selain itu, juga merugikan masyarakat ketika terjadi penyelundupan BBM. Hal ini biasanya terjadi di daerah yang berbatasan dengan laut dengan negara tetangga. 

Efek domino dari kenaikan harga BBM tidak dapat diatasi dengan adanya subsidi sosial yang jumlahnya sedikit dan penerima manfaat yang sangat terbatas. 

Kita juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa kenaikan inflasi merupakan dilema yang dihadapi perekonomian global saat ini, termasuk Indonesia. Inflasi melonjak karena harga makanan dan energi naik.

Inflasi di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, biasanya satu digit, tetapi kini telah melampaui angka 10%. Meski inflasi di Indonesia tidak setinggi di negara lain, namun inflasi sudah mulai mengancam kehidupan masyarakat.

Coba kita perhatikan bahwa inflasi Indonesia pada Juli 2022 saja sudah mencapai 4,94%. Salah satu penyebab utama tingginya inflasi adalah inflasi pangan yang telah mencapai 11,5%. Pada titik ini, pihak berwenang dapat berargumen bahwa mereka mencari berbagai pembenaran dan celah untuk menaikkan harga bahan bakar. 

Namun, sudahkah aparat memastikan uang yang mengalir ke kantong masyarakat melalui pembelian BBM aman dari korupsi?

Pasalnya, Kompas TV melaporkan (24 Agustus 2022), PT Pertamina Patra Niaga (PPN) dan PT Askim Koalindo Tuhup (anak perusahaan PT Pertamina (Persero)) diduga melakukan korupsi di lapangan. bahan bakar non-moneter. Perjanjian jual beli tersebut merugika negara sebesar Rp 451,6 miliar.

***

Rasulullah saw. pernah berdoa, "Ya Allah, barang siapa yang memiliki kewajiban untuk mengurus umatku, Engkau menyusahkan mereka, kemudian menyusahkan mereka; tetapi barang siapa  yang memiliki kewajiban untuk mengurus umatku dan memudahkan mereka, maka permudahlah dia. (HR Muslim dan Ahmad)

Kenaikan harga BBM ini tidak seharusnya terjadi. Efek domino kenaikan harga barang di segala sektor akan segera terjadi. Disini nasib rakyat lagi-lagi dipertaruhkan. Bukan sejahtera yang didapat, tapi kesengsaraan dan kemiskinan sudah di depan mata.

Secara umum dipahami bahwa bahan bakar sebagai sumber energi adalah sumber daya publik yang tidak boleh dikomersialkan, diperjualbelikan apalagi diprivatisasi. Islam, sebagai hukum yang sesuai dengan fitrah, menetapkan hal ini dengan jelas dan tegas. Dalam Islam, negara harus berperan penuh untuk melayani rakyatnya. Haruskah kita terus bertahan dengan demokrasi kapitalis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun