Sudah berapa kali rakyat Indonesia menunggu janji pengesahan UU Perampasan Aset?
Rasanya seperti nunggu film favorit tayang di bioskop, tapi trailer-nya doang yang diputer berkali-kali. Padahal, urgensinya tidak main-main. Tanpa UU ini, aset hasil korupsi bisa terus lolos, berpindah tangan, atau sekadar "menghilang" dari radar hukum.
Masalahnya, setiap kali rakyat menagih, jawabannya selalu sama. "Masih dibahas, masih dikaji, masih menunggu." Kalau begini terus, bisa-bisa koruptor keburu pensiun nyaman di luar negeri sebelum asetnya berhasil dirampas.
Anak Muda yang Katanya Apatis, Kok Malah Paling Ribut?
Ada satu hal menarik dari dinamika belakangan ini. Mereka yang sering dicap sebagai "generasi rebahan" ternyata justru paling keras menyuarakan percepatan pengesahan UU ini. Demo demi demo digelar, jalanan ramai, spanduk terangkat, teriakan lantang terdengar.
Ironinya, generasi yang suka dituduh sibuk scroll TikTok justru membuktikan diri peduli masa depan negara. Mereka paham betul, kalau korupsi dibiarkan, dampaknya bukan hanya ke angka kerugian negara yang triliunan, tapi juga ke hidup mereka sehari-hari.Â
Biaya kuliah mahal, lapangan kerja sempit, harga bahan pokok naik; semua itu ada hubungannya dengan uang rakyat yang dikuras oleh tangan-tangan nakal.
Jadi, ketika anak muda turun ke jalan, jangan buru-buru bilang mereka cari sensasi. Mereka sedang menagih hak yang paling dasar: keadilan dan masa depan yang tidak terus-menerus dirampok.
DPR: Cepat Kalau Urusan Projek, Lambat Kalau Urusan Rakyat
Publik sudah hafal betul pola kerja DPR. Kalau ada undang-undang yang dianggap penting buat elite, pembahasannya bisa secepat kilat. Bahkan kadang, saking cepatnya, rakyat cuma bisa bengong, "loh, kok udah disahkan aja."
