Artinya, mereka selalu kembali ke Pegadaian untuk menambal kebutuhan, tetapi tidak diberdayakan untuk mencapai kestabilan finansial yang lebih mapan.
Transformasi menjadi mitra investasi baru bisa disebut berhasil jika masyarakat tidak sekadar datang ketika terdesak, melainkan juga melihat Pegadaian sebagai bagian dari strategi mengelola aset.
Dari Barang Gadai ke Emas Digital, Pegadaian mengEMASkan Indonesia
Salah satu langkah menarik Pegadaian adalah masuk ke sektor investasi emas.
Tabungan emas memungkinkan masyarakat membeli emas dengan nominal kecil yang mulai dari puluhan ribu rupiah saja. Inovasi ini jelas membuka peluang baru: emas tidak lagi jadi instrumen eksklusif bagi kelas menengah atas, melainkan bisa diakses oleh siapa pun.
Meski begitu, pertanyaannya adalah sejauh mana produk ini benar-benar dimanfaatkan untuk membangun kebiasaan investasi. Banyak nasabah masih melihat tabungan emas sebagai "tabungan darurat"; sejenis celengan yang bisa dicairkan sewaktu-waktu ketika keuangan seret.
Dengan kata lain, meskipun ada inovasi baru dari Pegadaian, pola pikir nasabah masih berkisar pada kebutuhan jangka pendek, bukan perencanaan jangka panjang.
Membangun Negeri, Bukan Sekadar Menjaga Bertahan
Jika berbicara soal kontribusi Pegadaian dalam membangun negeri, peran mereka sebagai penyedia akses keuangan alternatif memang tidak bisa diabaikan.Â
Dalam kondisi darurat, kehadiran Pegadaian membantu masyarakat bertahan, yang secara tidak langsung juga menjaga stabilitas sosial dan ekonomi. Namun, membangun negeri membutuhkan lebih dari sekadar "bertahan." Dibutuhkan lembaga yang bisa mendorong masyarakat melangkah ke tahap berikutnya: dari bertahan, menjadi berkembang.
Artinya, Pegadaian harus terus memperluas peran edukasi finansial, membangun kesadaran investasi, dan memastikan produk mereka tidak hanya menyelesaikan masalah hari ini, tetapi juga menyiapkan masa depan.