Pasti ada satu fase dalam proses pendekatan (PDKT) yang bisa membuat sejoli linglung. Mau milih hubungan serius atau lebih baik melepaskannya?
Awalnya, semua terasa hangat dan menjanjikan. Ada balasan pesan yang cepat, ada perhatian kecil yang konsisten, ada pembicaraan panjang hingga larut malam. Rasanya hubungan ini bisa berjalan ke arah yang serius.
Namun tiba-tiba tampak suasana berubah begitu saja. Komunikasi mulai renggang. Balasan tidak lagi sesering dulu. Nada bicara yang dulu hangat berubah datar.Â
Lalu pada akhirnya tanpa penjelasan yang jelas, orang itu perlahan menjauh dan menghilang. Bukan karena ada pertengkaran. Bukan karena ada orang ketiga. Namun merasa karena hubungan itu seiring berjalannya waktu mulai terasa terlalu dekat.
Bukan Salah Kamu Kalau Dia Menarik Diri
Di saat kamu mulai merasa nyaman, dia justru merasa terancam. Bukan sebab kamu, tapi oleh perasaan sendiri yang mulai tumbuh dan menuntut kejelasan.Â
Inilah paradoks yang tidak semua orang sadari. Semakin dekat, justru semakin membuat cemas.
Ada orang-orang yang merasa panik ketika sebuah hubungan mulai berkembang. Mereka bukan tidak punya perasaan, tapi justru karena terlalu banyak perasaanlah mereka ingin pergi. Mereka takut kehilangan kontrol atas diri sendiri. Takut terjebak. Takut terluka. Takut mengecewakan atau dikecewakan.
Mereka tumbuh dengan keyakinan diam-diam bahwa mencintai seseorang berarti membuka celah untuk disakiti. Maka, ketika hubungan sudah terlalu hangat, mereka merasa perlu menjaga jarak, bukan untuk bermain-main, tetapi untuk menyelamatkan diri dari kemungkinan sakit hati.
Dalam psikologi, perilaku ini dikenal sebagai avoidant attachment. Ini adalah pola keterikatan yang membuat seseorang kesulitan membangun kedekatan emosional secara utuh.