Mohon tunggu...
Fahmi Ulum
Fahmi Ulum Mohon Tunggu... Peternak -

Peternak

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Perpustakaan (4)

29 Februari 2016   09:22 Diperbarui: 23 Maret 2016   10:14 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ccerita sebelumnya di sini

Tidak yang lebih menyenangkan dari cuaca yang cerah di musim penghujan. Angin yang sepoi-sepoi. Langit kembali biru murni. Awannya pun sangat putih bersih. Sayangnya kehidupan tidak di atas sana. Kehidupan berada di bumi ini. Inginnya terbang ke  atas sana. Tapi itu tidak mungkin, karena aku tak memiliki sayap.

Baru sampai di tempat parkir, kutatap lantai dua suatu gedung besar di depanku. Aku harus menghela nafas panjang menyadari kehidupan tidak lagi di bumi yang luas ini, tetapi hanya akan berada satu ruangan beratap plafon dengan angin buatan. Tidak bisa lagi menikmati hijau di antara debu dan asap.

Tenang. Itulah keadaan perpustakaan ini. Mungkin tidak hanya di sini, tapi di semua perpustakaan. Sekilas kulihat Pak Sujono duduk sendiri membaca surat kabar di kantornya. Itu adalah rutinitas beliau yang kuamati yang berarti beliau baru datang. Pasti fikiran masih segar dan masih bisa menampung ide-ide.

“Assalmu’alaikum” kuketok pintu kantor kubuka sedikit daun pintu.

“Iya Andi, silahkan masuk.. Ada apa?” Pak Sujono merendahkan surat kabarnya.

“Begini pak, saya ada satu usulan. Kita belum ada tempat untuk barang hilang atau barang ketinggalan. Mungkin bisa berupa kotak, box, atau etalase” Aku langsung saja berterus terang.

Kulihat Pak Sujono berfikir dan berdehem. Hampir tiga tahun di sini, aku mulai tahu sikap-sikap beliau ketika berhadapan dengan sesuatu. Termasuk cara berpikirnya yang cukup lama walau untuk masalah-masalah sepele. Dan anehnya pikiran panjang itu biasanya diakhiri dengan tanggapan sederhana. Sempat menjadi berbincangan di antara rekan-rekan pustakawan ketika kusinggung hal itu. Aku jadi menyesal, karena ternyata tidak ada yang menyadarinya. Serasa bagiku seperti membuka aib seseorang, padahal itu tidak juga bisa disebut sebagai aib.

“Nanti saja, sekalian nunggu anggaran utuhnya cair. Biar lebih mudah” Jawab beliau memotong lamunanku.

“Jadi anggarannya belum cair pak?” Tanyaku heran.

“Iya belum, tahu sendirilah birokrasi kita seperti apa. Niatan baik itu banyak rintangannya” Beliau berkedip kepadaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun