Mohon tunggu...
Temonsky
Temonsky Mohon Tunggu... Orang Senang

Semua hal-hal baik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kerusuhan yang Menguntungkan Mafia

3 September 2025   14:53 Diperbarui: 3 September 2025   14:53 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompasiana.com/temoninthesky0927/dashboard/write

Asap mengepul, jalanan memanas, rakyat marah. Namun di balik teriakan massa, ada satu pertanyaan yang tak boleh hilang: siapa sebenarnya yang diuntungkan dari kerusuhan ini?

Apakah benar semua ini murni suara rakyat? Atau hanya panggung buatan untuk menutup borok para mafia migas yang sedang dibongkar?

Riza Chalid dan Rp285 Triliun yang Hilang

Nama Riza Chalid, Gasoline Godfather yang sudah dua dekade disebut-sebut dalam berbagai skandal migas, akhirnya resmi ditetapkan sebagai tersangka. Kejaksaan Agung menudingnya sebagai otak di balik korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina dan KKKS pada 2018--2023. Kerugian negara? Rp285 triliun.

Ini bukan sekadar angka. Rp285 triliun bisa membangun sekolah, rumah sakit, hingga jalan bagi jutaan rakyat. Tapi uang itu diduga justru mengalir ke jaringan mafia minyak, sebuah sarang yang sudah lama kebal hukum.

Riza Chalid pernah lolos dari jeratan kasus "Papa Minta Saham", pernah nyaman di balik layar Petral, dan sekarang kembali jadi buronan. Bedanya, kali ini negara seakan sudah bulat: paspornya dicabut, rumah mewahnya disita, red notice disiapkan. Seolah ada momentum serius memberantas "dewa minyak" ini.

Lalu, Tiba-Tiba Kerusuhan

Ironisnya, justru ketika jeratan hukum mendekat, kerusuhan besar pecah. Publik pun terbelah fokusnya: media sibuk memberitakan bentrokan di jalan, sementara kasus Rp285 triliun perlahan tenggelam di halaman belakang.

Pertanyaan tajam pun muncul: apakah kerusuhan ini murni protes rakyat miskin, ataukah ada tangan tak terlihat yang sengaja menyalakan api?

Sejarah kita penuh pola semacam ini. Gus Dur lengser setelah berani membongkar mafia migas. Ia pernah menyebut Pertamina sebagai "sarang tikus", dan benar saja, tak lama kemudian ia ditumbangkan. Mafia migas selamat, rakyat kembali jadi pecundang.

Apakah pola itu kini berulang? Presiden tengah mengusut jaringan minyak hitam, lalu muncul gelombang chaos yang bisa saja berujung pelengseran. Kalau itu terjadi, kasus berhenti, mafia tertawa, dan rakyat kehilangan lagi Rp285 triliun yang mestinya jadi hak mereka.

Jangan Terjebak Skandal Pengalihan

Rakyat memang punya alasan marah, hidup semakin berat, harga melonjak, pekerjaan susah. Tetapi jangan biarkan kemarahan itu ditunggangi. Jangan biarkan mafia migas berlindung di balik asap ban terbakar.

Kerusuhan mungkin merugikan rakyat dalam jangka pendek. Tapi kerugian terbesar justru jika kita lupa pada kasus inti: pembantaian ekonomi bangsa oleh mafia minyak.

Mereka bukan hanya merampok uang negara, tapi juga merampas masa depan generasi berikutnya. Dan setiap kali ada upaya membongkar mereka, selalu saja ada "peristiwa besar" yang mengalihkan perhatian. Kebetulan? Atau skenario?

Kerusuhan ini memang bising, tapi jangan biarkan kebisingannya menenggelamkan skandal Rp285 triliun. Kalau publik lengah, mafia migas kembali menang.

Mereka sudah kenyang berpesta. Saatnya rakyat sadar: musuh utama bukan di jalanan, melainkan di ruang gelap mafia yang menjarah energi bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun