Kalau bukan karena tugas, aku tidak akan pernah mau meninggalkanmu. Tidak, aku tidak akan pernah bisa.
Di dalam pesawat, langit terlihat begitu indah---biru, luas, dan sunyi. Tapi hatiku hancur. Aku tak bisa berhenti meneteskan air mata. Penumpang di sebelah saya sempat menatapku aneh, tapi aku tak peduli. Karena yang kulihat bukan awan di luar jendela, melainkan bayangan wajahmu yang tertinggal di bandara.
Setiap kali pesawat berguncang lembut, aku merasa seolah hatiku ikut berguncang.
Aku berusaha menguatkan diri, mengatakan bahwa ini hanya sementara. Bahwa nanti aku akan pulang. Tapi di dasar hatiku, ada rasa takut yang tak bisa kuabaikan---takut bahwa saat aku kembali, segalanya sudah berubah.
Hari-hari di Bali berjalan seperti bayangan panjang tanpa warna. Aku bekerja, tersenyum, berbicara dengan rekan kerja, tapi di setiap jeda, wajahmu selalu muncul. Kadang di cermin hotel, kadang di pantulan air laut saat senja tiba.
Kau seperti bayangan yang menolak pergi, dan jujur saja---aku tidak ingin kau pergi.
Ada malam di mana aku hanya duduk di kamar mess, memandangi langit yang sama denganmu. Di bawah cahaya bulan, aku menulis pesan panjang yang tak pernah kukirim. Pesan yang isinya hanya satu kalimat:Â "Aku rindu kamu, dan aku ingin pulang."
Waktu terus berjalan, tapi rindu ini tak mengenal akhir. Foto itu kini menjadi satu-satunya cara bagiku untuk kembali ke hari itu. Hari di mana aku masih bisa merasakan hangat tanganmu, aroma kopi, dan suara tangismu yang kau sembunyikan di antara tawa.
Sebuah foto sederhana---tapi bagiku, itu adalah potongan hidup yang tak tergantikan.
Setiap kali aku melihatnya, aku mendengar kembali suaramu, melihat air matamu, dan merasakan perih yang sama seperti hari keberangkatan itu. Rasa yang menegaskan satu hal: aku tidak pernah benar-benar meninggalkanmu. Sebagian hatiku masih tertinggal di sana---di dalam mobil itu, di kursi kafe, di antara dua cangkir kopi dan kenangan yang tak pernah selesai.
Dan kini, meski waktu telah berjalan jauh, setiap kali aku berada di bandara, aku selalu menatap sekitar, berharap bisa menemukan seseorang yang duduk sambil menahan air mata, seperti kau waktu itu.