Mohon tunggu...
Teguh Yuswanto
Teguh Yuswanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Suka belajar hal baru

jurnalis dan penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Tujuh Tahun (2)

19 Februari 2019   18:33 Diperbarui: 19 Februari 2019   18:38 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku jadi teringat pepatah yang mengatakan, sudah jatuh tertimpa tangga pula.  Artinya kemalangan yang berkelanjutan. Tapi yang aku rasakan adalah kebalikan dari pepatah itu. 

Rasanya keberuntungan terus menerus menghampiri aku. Kebahagiaan lulus sarjana belum usai, muncul kegembiraan yang lain. Aku sendiri bingung ini layak disebut sebagai kegembiraan atau harapan.

Seperti pada suatu sore, salah satu teman kost ku mengajak temannya bertandnag ke kost. Aku pun berkenalan dengan dia. Perkenalan yang seakan tanpa sengaja ternyata banyak hikmah di belakangnya.

"Julian," kataku sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman.

"Anin," kata dia seraya menjabat tanganku dengan erat.

Walau baru berkenalan, rasanya seperti sudah berkenalan lama. Tanpa terasa, kami telah menghabiskan waktu  tiga jam untuk berbincang-bincang dengan Anin. Ada saja yang dijadikan bahan untuk bicara. Anin saat itu duduk di Fakultas Ekonomi   semester tiga.

Mungkin karena Anin cantik, langsing, berkulit kuning langsat, matanya hidup dan bicaranya  cepat, banyak yang terpikat padanya. Hampir seluruh penghuni kost ikut  nimbrung dengan obrolan kami. Masing -- masing berusaha untuk meraih  simpati Anin. Aku sebenarnya bukan tidak tertarik. Sangat tertarik. Tapi aku khawatir. Khawatir cintaku tidak terbalas. Ini akan merusak kebahagiaanku. Jadi biarlah, ketertarikan ini aku simpan rapat-rapat.

Yang mengejutkan, Anin ini tak lain gadis cilik yang sempat aku lihat saat awal-awal menginjakkan kaki di Pontianak. Aku melihatnya pas  lebaran di tahun 1985. 

Aku tulis dalam cerpen berjudul 'Setelah Melupakan Tiara'. Ya, setelah Anin mengonfirmasi dirinya gadis cilik yang pernah aku lihat, mendadak memori tujuh tahun silam langsung naik ke permukaan. Ingatan masa awal-awal perjuangan kembali muncul. Tapi saat itu aku tak berani jatuh cinta. Lebih tepatanya tidak patut, sebab dia masih remaja tanggung.

Masih teringat dengan jelas, saat itu dia berlari-larian di sekitar taman rumah. Dengan rambut yang dikepang dan di ujung rambut diikat dengan pita berwarna merah. Wajahnya polos dan segar. Seperti tak pernah kehabisan energi. Selalu bergerak dan bicara.

Dulu saat pertama melihat pertama kali, selisih usia enam tahun sangat menjadi masalah. Dia masih remaja tanggung. Tapi setelah aku lulus, tentu tidka menjadi masalah. Dia sudah dewasa. Tapi aku berpikir sepertinya kurang beruntung dalam urusan asmara. Soal kurang beruntung  dalam urusan cinta ini, sempat aku keluhkan kepada ayahku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun