MAN 3 Bantul (Bantul) - Puncak Harlah MAN 3 Bantul ke-63 dilaksanakan Rabu (20/08/2025) di halaman madrasah. Sebelumnya, rangkaian kegiatan telah dilakukan di antaranya Muqadaman, Feskobar, Bhakti Sosial (ke masjid dan Panti Asuhan), Kirab, dan puncak Harlah hari ini. Adapun puncak Harlah MAN 3 Bantul hari ini dilaksanakan dengan rangkaian acara persembahan tari, Launching Inovasi Madrasah (SEKATEN dan MAGIS), Apresiasi bakat seni, dan penyerahan simbolis bhakti sosial. Hadir sebagai tamu undangan Kepala Kanwil Kemenag DI Yogyakarta, Ahmad Bahiej, Kasi Dikmad Kemenag Bantul, Purna Kepala MAN 3 Bantul, Pengurus Komite, dan Tokoh Agama, KH. Ahmad Zabidi.
Dalam taushiyah yang disampaikan Zabidi menekankan kepada para peserta didik MAN 3 Bantul untuk memiliki cita-cita luhur dengan meningkatkan kapasitasnya menjangkau pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi khususnya ke Luar negeri.
"Selamat untuk MAN 3 Bantul, semoga terus berjaya. Selamat juga Launching SEKATEN. jadi Pegawai Ojo tampil ndeso. GTK harus baik secara lahiriah dan batiniah. Allah mencintai cita-cita yang luhur. Saya dulu pernah kuliah di Universitas imam Al a'dzom, Imam Hanafi, di Baghdad,serta di Universitas Imam Ghazali,"tutur Zabidi yang merupakan pengasuh pondok Ar-Ramly ini.
Dalam inti pengajian, dalam memotivasi peserta didik, beliau mengingatkan kisah nabi Musa ketika mencari guru yang lebih tinggi ilmunya.
Baca juga : Asal Usul Rebo Wekasan
Pertemuan nabi Musa As dengan nabi Khidir As
Kisah ini bermula saat Nabi Musa AS ditanya oleh kaum Bani Israil tentang manusia yang paling alim di muka bumi. Dijawab oleh Nabi Musa, "Tidak ada lagi yang paling alim di muka bumi selain aku." Akibat jawaban itu, Nabi Musa ditegur Allah. Tak hanya itu, Allah juga menurunkan wahyu kepadanya, "Sesungguhnya, aku memiliki seorang hamba di pertemuan dua samudera yang lebih alim darimu." Cerita Zabidi yang dinukil dari Al-Qur'an surat Al Kahfi.
Setelah keduanya bertemu, mereka berjalan dan menemukan tiga perkara yang tidak lazim menurut nabi Musa sehingga terjadilah pertanyaan sebagai bentuk protes kepada nabi Khidir. Pertama, nabi Khidir melubangi kapal nelayan. Kedua, nabi Khidir mengambil seorang anak kecil yang sedang lucu-lucunya dan aktif bermain, kemudian menidurkannya. Anak itu lalu disembelih dan kepalanya dipisahkan dari tubuhnya. Ketiga, Mereka pun melanjutkan perjalanan sampai di suatu kampung yang penduduknya kikir. Mereka berdua mencari orang-orang yang berkenan menjamu. Namun, tidak mendapatinya seorang pun. Meski demikian, Khidir tetap memperbaiki sebuah dinding rumah di kampung tersebut yang nyaris roboh. Ketiga perilaku nabi Khidir tersebut membuat nabi Musa tidak sabar dan di bawah pengaruh syariat sehingga sulit untuk mengambil hikmahnya sehingga otomatis keduanya berpisah karena prasyarat yang disepakati keduanya untuk tidak protes dan bersabar.
Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir ini pun diabadikan Al-Qur'an dalam Surat al-Kahfi mulai ayat 61 sampai ayat 82. Kisahnya diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari dalam "Kitab al-'Ilm" dari Ibnu 'Abbas, dari Ubay ibn Ka'b, tepatnya dalam "Bab M Dzukira Dzahb Ma fi al-Bahr il al-Khidir," juz I, halaman 168, nomor hadits 74. Diriwayatkan pula dalam "Bab al-Khurj fi Thalab al-'Ilm", juz I, halaman 174, nomor hadits 78, dan dalam "Bab Yustahabb li al-'lim Idz Su'ila Ayyu al-Ns A'lam? Fayakilu al-'Ilm illlh," juz I, halaman 217, nomor hadits 122.
Hikmah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir
Dari kisah di atas ada sejumlah pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita sangat dianjurkan untuk berdiskusi atau berdialog dalam urusan ilmu.
2. Seorang alim diwajibkan menyebarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain.
3. Perjalanan menuntut ilmu merupakan perjalanan istimewa. Nabi Musa sendiri menempuh perjalanan yang cukup melelahkan demi menemui seorang yang lebih alim dari dirinya.
4. Kedudukan dan keutamaan dirinya tidak sampai menghalangi Musa untuk menemui dan mengikuti orang yang diharapkannya memberikan ilmu.
5. Kita disyariatkan untuk melayani dan mengabdi kepada ahli ilmu dan pemilik keutamaan. Yusya ibn Nun, misalnya. Ia mengabdi kepada Musa.
6. Seorang hamba diperkenankan bercerita rasa lelah, kesulitan yang dialami, atau keadaan penyakit, dengan catatan tidak membenci atau menyalahkan takdir yang telah ditetapkan untuk dirinya.
"Bahwa adik-adik harus punya cita-cita setinggi langit. Kuliah sampai S3, lebih-lebih jadi profesor. Sekali lagi, cita-cita luhur adalah hukumnya wajib," harap Zabidi kepada peserta didik di akhir taushiyah.
Acara ditutup dengan pentas seni dan penyerahan hadiah lomba kepada para pemenang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI