MAN 3 Bantul (Bantul) - Rebo Pungkasan atau bisa disebut Rebo Wekasan merupakan tradisi tiap tahun masyarakat Wonokromo, Pleret, Bantul, yang bertepatan Rabu, 20 Agustus 2025 M/26 Shafar 1447 H. Mengutip tulisan Budi Priyono menyatakan bahwa Rebo Pungkasan telah ada sejak dahulu. Di desa Wonokromo, tinggalah Kyai Faqih Usman yang diyakini mampu mengobati berbagai penyakit dengan cara disuwuk (ditiup tipis). Konon, di hari Rabu terakhir di bulan Sapar tersebut, hari bertemunya Sri Sultan Hamengku Buwono I dengan kyai Faqih, dalam kesempatan pertemuan tersebut Sri Sultan memberikan pujian Kyai Faqih yang telah banyak menyembuhkan banyak warga yang dilanda wabah penyakit. Berdasarkan pada hari bersejarah itulah masyarakat kemudian memberi nama tradisi ini sebagai upacara Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan. Baca Selengkapnya : Wisuh dan Pasar Malam Rebo Pungkasan desa Wonokromo
Hakikatnya, jauh sebelum peristiwa yang dialami masyarakat Wonokromo di atas, terdapat riwayat dari Kitab Mujarrobat, Ad-Dairobi Kubro dan sebagaimana ditulis Syekh Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Surur dijelaskan bahwa rabu weksasan (Rabu terakhir bulan Shafar), menurut Ahli Kasyf dan para 'Arif billah diturunkan 320.000 bala' (bencana). Barang siapa yang pada hari itu melakukan shalat empat rakaat maka akan dihindarkan dari bala' yang diturunkan tersebut. Sejatinya, tidak ada nash sharih (dalil yang jelas) yang menjelaskan anjuran shalat sunah pada Rebo wekasan tersebut. Oleh karenanya, apabila shalat Rebo Wekasan diniatkan secara khusus, misalkan "aku niat shalat Safar", "aku niat shalat Rebo Wekasan", maka tidak sah dan haram. Hal ini sesuai dengan prinsip kaidah fiqih:
Hukum asal dalam ibadah apabila tidak dianjurkan, maka tidak sah (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib Hasyiyah 'ala al-Iqna', juz 2, halaman 60).
Menurut Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari hal itu adalah haram. Menurut beliau, anjuran shalat sunah mutlak yang ditetapkan berdasarkan hadits shahih tidak berlaku untuk shalat Rebo Wekasan, sebab anjuran tersebut hanya berlaku untuk shalat-shalat yang disyariatkan.
Lebih lanjut, menurut Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki mengatakan hukumnya boleh. Menurutnya, solusi untuk membolehkan shalat-shalat yang ditegaskan haram dalam nashnya para fuqaha' adalah dengan cara meniatkan shalat-shalat tersebut dengan niat shalat sunnah mutlak. Beliau mengatakan, "Aku berpendapat, termasuk yang diharamkan adalah shalat Safar (Rebo Wekasan), maka barang siapa menghendaki shalat di waktu-waktu terlarang tersebut, maka hendaknya diniati shalat sunnah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu. Shalat sunnah mutlak adalah shalat yang tidak dibatasi dengan waktu dan sebab tertentu dan tidak ada batas rakaatnya (Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki, Kanz al-Najah wa al-Surur, halaman 22).
Kaifiyah (Tata Cara Pelaksanaan Shalat)
Berikut tata cara bagi yang akan menunaikan shalat sunnah.
1.Niat shalat sunnah mutlak dua rakaat
أُصَلِّيْ سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Ushall sunnatan rak'ataini lillhi ta'la