Buku buku pernah menjadi teman duduk lelaki itu. Teman duduk yang sabar, kata orang. Atau teman saat sendiri, dan teman yang menghiasi perjalanan akal maupun ruhani.
Walau ia tahu bahwa ilmu atau pemahaman bukan (tersimpan) dalam tulisan, melainkan terekam dalam hati dan akal serta tindakan. Dari buku yang biasa ala remaja, hingga ke buku buku dunia yang umum dijumpai, lelaki itu mencicip cangkir dahaga wawasan dan perspektif. Sebagian buku buku itu ia beli dari tabungan sekolah saat berasrama, atau meminjam di pustaka sekolah atau pustaka kota saat liburan.
Lelaki tadi pernah mencintai buku buku seperti mencintai diri sendiri. Pernah suatu masa ia patah hati dengan buku buku itu, karena salahnya sendiri. Ia berfikir buku buku itu tak lagi mampu membuka perspektifnya (bukan buku khusus agama).Â
Ia justeru melihat kelemahan pada dirinya sendiri dalam pengamalan atas apa yang diketahui, dan beratnya membangun kognisi saat berinteraksi tanpa menggurui.
Bahkan buku buku itu tak terbaca sama sekali hingga beberapa tahun, atau tak ada membeli buku sama sekali,kecuali dari bacaan luas koran lokal dan nasional, itupun hanya untuk membingkai peristiwa sambil membaca judul besar saja. Mungkin ini semacam kebosanan intelektual juga.
Lelaki itu bersyukur, kendala bahasa Arab dan Inggris tidak menjadi masalah. Sebab ia menguasai dasar bahasa itu. Buku buku memang telah menjadi jembatan pengertiannya. Buku buku itu yang menggedor jiwanya untuk menulis dan mengeja peristiwa.
Pun ia berbahagia sangat dengan Buku Mulia agamanya, Alquran dan matan Hadis Nabawi yang menjadi bagian yang tidak pernah ia sesali serta menjadi santapan terbaik dari segala buku yang ia jumpai.
Kini dan sejak sedekade dulu, rasa menulis bukupun mulai menggelayuti. Apalagi di era digital sekarang. Buku buku mungkin semakin menjamur luas dan mudah di platform play store, atau dalam bentuk ebook dan pdf.
Tapi cara kita mencintai dan menyikapi buku buku itu tetap sama. Buku buku adalah taman pikiran.Buku buku adalah taman kehidupan, Â yang lazimnya, buku itu membawa kita pada kekaguman ilahi, bukan semata falsafi, Dialah Rabb, Si Penulis Semesta.
Note:
Dalam Novelet Lelaki yang Cemburu pada Waktu