Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ikan Hiu di Menu MBG, Bukti Bahwa Nggak Semua Program Pemerintah Itu Waras

29 September 2025   08:17 Diperbarui: 28 September 2025   12:26 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menu ikan hiu pada program MBG (Sumber: KlikDokter)

Jadi, kita nggak cuma ngomongin keracunan akut karena koki lupa nyuci sayur. Kita sedang membicarakan kegagalan sistemik yang berpotensi merusak masa depan anak-anak ini secara permanen. Ibaratnya, program MBG bukannya memberi vitamin A, malah memberi vitamin Z (zat zialan).

Stop Pesan Catering Masal, Bikin Dapur Sendiri

Lantas, harus gimana? Pemerintah nggak bisa cuma bilang "evaluasi" dan pecat satu-dua orang. Yang harus dievaluasi adalah mindset dan rantai suplai MBG secara keseluruhan.

Kita butuh solusi yang efektif dan nggak mainstream seperti konsep catering raksasa yang rentan basi di jalan.

Desentralisasi dengan Dapur Satelit Sekolah

Stop bergantung pada satu SPPG besar yang menyuplai puluhan sekolah di kota berbeda. Itu sih resep cepat basi. Solusi yang paling waras adalah desentralisasi. Setiap gugus sekolah (sekitar 3 sampai 5 SD/SMP yang berdekatan) harus wajib memiliki Dapur Satelit Komunal sendiri.

Dapur ini nggak perlu mewah. Cukup dikelola oleh ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) atau koperasi lokal yang wajib disertifikasi oleh Puskesmas setempat. Keuntungannya jelas banget: waktu memasak dan distribusi jadi pendek (nggak lebih dari 2 jam), pengawasan sanitasi oleh Puskesmas jadi gampang (tinggal jalan kaki), dan yang paling penting, kita memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar, sekaligus menumbuhkan rasa kepemilikan. Ibu-ibu lokal pasti nggak akan tega menyajikan sayur berlendir untuk anak tetangga mereka sendiri.

Patuhi Aturan Bahan Makanan yang Aman dan Sehat

Lupakan ngotot menggunakan ikan-ikan predator mahal yang keren tapi beracun. Program MBG harus menetapkan White-List (Daftar Putih) bahan baku yang zero-risk untuk anak-anak, berfokus pada ikan lokal yang rendah Merkuri. Prioritaskan ikan perairan tawar seperti lele, nila, mujair, patin, atau ikan laut kecil yang ekonomis dan cepat bereproduksi seperti teri, kembung, dan sarden. Ikan-ikan ini terbukti aman, kaya gizi, dan harganya terjangkau.

Ikan hiu dan ikan sejenis wajib masuk blacklist permanen. Ini nggak bisa ditawar lagi. Anggapan bahwa hiu itu sumber gizi harus dikubur dalam-dalam; realitasnya, ia adalah sumber masalah.

Hal ini harus berlaku juga untuk bahan makanan lainnya untuk program MBG ini.

Digitalisasi Berupa Feedback Loop Gizi Real-Time

Evaluasi manual itu lambat dan rawan manipulasi. Kita hidup di era digital, kok masih pakai sistem kuno? MBG harus diiringi dengan sistem Kartu Rapor Gizi Digital (KRGD).

Setiap sekolah wajib mencatat real-time menu yang disajikan dan tingkat konsumsi siswa (habis, sisa setengah, atau nggak disentuh sama sekali) menggunakan aplikasi smartphone sederhana. Jika ada menu yang secara konsisten nggak disentuh massal di berbagai sekolah, sistem otomatis menghapusnya. Jika ada laporan keracunan atau mual, sistem langsung mengirim alert ke Dinas Kesehatan. Ini membuat pengawasan nggak lagi reaktif, tapi prediktif. Kita nggak perlu menunggu 25 anak masuk rumah sakit untuk tahu ada masalah di dapur.

Kalau Nggak Mau Anak-Anak Trauma, Stop Jadi Pemerintah yang Sok Tau

Keracunan di Ketapang harus menjadi titik balik, bukan hanya sekadar catatan kaki di buku laporan. Orang tua murid kini trauma, banyak yang memilih membawakan bekal sendiri. Itu artinya, kepercayaan publik terhadap program ini sudah anjlok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun