Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cut Nyak Dien, Pahlawan yang Membuat Penjajah Eropa Malu Setengah Mati

9 September 2025   08:20 Diperbarui: 7 September 2025   17:21 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto masa tua Cut Nyak Dien (Sumber: Tribunnews.com)

"Mengubah duka pribadi menjadi taktik perang, Cut Nyak Dien membuat Belanda malu besar, membuktikan kecerdasan seorang pahlawan lebih kuat dari pedang."

Selalu ada satu nama yang terasa berbeda saat membaca buku sejarah di sekolah. Bukan yang digambarkan gagah berani di atas kuda, bukan yang mati dengan gagah di medan perang sambil memekikkan takbir. Sosok ini lebih kompleks, lebih membumi, dan lebih... manusia. Dia tidak mati dalam kemuliaan, dia ditangkap dalam keadaan sakit-sakitan, dan diasingkan jauh dari tanah kelahirannya. Ironisnya, justru dalam kisah yang tidak sempurna itulah, kita menemukan makna kepahlawanan yang sesungguhnya.

Nama itu adalah Cut Nyak Dien. Jika pahlawan lain sering kali digambarkan layaknya patung monumen, kaku dan tanpa emosi, Cut Nyak Dien adalah anomali yang luar biasa. Dia bukan hanya pejuang yang gigih, tapi juga otak di balik strategi perang, seorang perempuan yang mengubah duka pribadi menjadi api perlawanan yang tak terpadamkan. Sumpah yang ia ucapkan tidak main-main, bahkan membuat para perwira Belanda, yang arogan dan angkuh, kehilangan akal sehat dan harus menelan pil pahit kekalahan.

Dia adalah definisi sempurna dari pahlawan yang tidak hanya dikenang, tapi juga dihormati. Kisahnya adalah pengingat bahwa kepahlawanan tidak selalu harus tentang kesempurnaan. Ia bisa lahir dari air mata, dari akal-akalan licik, dan dari keberanian untuk melawan narasi yang sudah ada.

Pengkhianatan yang Memalukan Belanda, Disusun oleh Otak Cerdik

Kalau bicara soal Cut Nyak Dien, kita tidak bisa lepas dari taktik "pengkhianatan" yang dilakukan oleh Teuku Umar. Peristiwa ini, kalau menurut sejarawan Belanda, adalah salah satu episode paling memalukan dalam Perang Aceh. Teuku Umar pura-pura menyerah dan bergabung dengan Belanda, sebuah langkah yang membuat banyak orang—termasuk para pejuang Aceh—menganggapnya sebagai pengkhianat. Namun, seperti yang sering kita saksikan dalam film-film spionase, itu semua hanyalah bagian dari rencana besar.

Tentu saja, strategi ini bukan murni ide Teuku Umar seorang. Ada seorang perempuan cerdas di belakangnya. Dikutip dari artikel di Kumparan.com, taktik brilian ini disusun untuk mendapatkan senjata dan amunisi dari Belanda secara gratis. Strategi ini berhasil membuat Teuku Umar dan pasukannya memperoleh 800 senjata, 25.000 amunisi, dan 500 kilogram timah hitam. Belanda kena batunya, dibayar lunas dengan sebuah tipuan yang sungguh memalukan. Ini membuktikan bahwa kepahlawanan tidak hanya soal adu pedang atau kekuatan fisik, tapi juga kecerdasan untuk mengelabui musuh.

Duka Pribadi yang Menjelma Jadi Amarah Kolektif

Sebelum semua strategi licik itu, ada satu momen yang mengubah hidupnya secara total. Momen yang mengubah seorang wanita dari kaum bangsawan menjadi pejuang yang paling ditakuti. Itu adalah saat suaminya yang pertama, Teuku Cek Ibrahim Lamnga, gugur dalam pertempuran. Peristiwa itu, kalau menurut banyak buku sejarah, adalah awal dari segalanya. Ia bersumpah di depan mayat suaminya bahwa ia akan menghancurkan Belanda sampai ke akar-akarnya.

Baca juga: 200 Tahun Perang Jawa, Mengingat Sejarah Pangeran Diponegoro yang Berdarah

Dilansir dari artikel Tirto.id, sumpah itu tidak main-main. Ia menolak menyerah dan terus mengobarkan perlawanan, bahkan setelah Aceh resmi dikuasai Belanda. Sumpah itu begitu sakral sampai ia terus berjuang selama 20 tahun, dengan pasukannya yang terus bergerak dari satu hutan ke hutan lain. Ia berjuang dengan kondisi fisik yang semakin lemah, bahkan di masa tuanya. Itu bukan lagi soal membalas dendam, tapi sudah menjadi janji suci kepada bangsanya. Duka personalnya menjelma menjadi amarah kolektif yang tak bisa dipadamkan.

Pahlawan yang Diakui Musuh dan Kita Lupakan

Kisah Cut Nyak Dien tidak berhenti pada penangkapan dan pengasingannya. Sebenarnya, di situlah kisah sesungguhnya dimulai. Setelah ia ditangkap, bukannya dihabisi, ia malah diasingkan ke Sumedang. Mengapa? Karena Belanda sendiri, yang sudah lelah dan frustrasi, sadar bahwa membunuh Cut Nyak Dien sama saja dengan menciptakan martir. Mereka memilih untuk membiarkan api perjuangan itu mati perlahan di tempat yang jauh dari tanah kelahirannya. Sebuah penghormatan yang ironis, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun