Kemudian, pria di sebelahnya berhenti bermain-main dengan pistolnya.
Dan dalam sepersekian detik, suara letusan memenuhi kabin.
Dunia Bramanto bergetar. Sesuatu yang hangat mengalir dari tubuhnya. Pandangannya bergetar, lalu perlahan mulai mengabur.
Dalam kesadaran yang menipis, ia hanya bisa merasakan tubuhnya ditarik keluar, lalu diseret ke dalam gulita semak-semak di pinggir jalan.
Sebelum semuanya benar-benar menghilang, ia mendengar suara pintu mobil ditutup.
Kemudian suara mesin mobilnya sendiri, yang perlahan melaju menjauh, meninggalkannya dalam kegelapan yang abadi.
Angin malam berhembus pelan di antara semak-semak yang basah oleh embun. Di bawah cahaya bulan yang samar, tubuh Bramanto tergeletak diam, sebagian wajahnya tertutup bayangan daun-daun lebat. Aroma tanah bercampur darah menyebar perlahan di udara, menyatu dengan kesunyian pekat di pinggiran jalan lintas Sumatra.
Mobil hitam itu sudah pergi. Truk miliknya juga. Hanya kegelapan yang tersisa, menyelimuti tubuh yang mulai kehilangan hangatnya.
Lalu, sesuatu bergerak.
Jemari Bramanto berkedut pelan.
Rasa sakit datang sebelum kesadaran sepenuhnya kembali. Satu denyutan tajam di perutnya, lalu di dadanya, merambat sampai ke pangkal tengkuk. Napasnya pendek dan tersengal, seperti udara enggan masuk ke paru-parunya.