Di sudut ruangan, jam dinding berdetak pelan, mengisi keheningan yang semakin menekan dada.
Dinda menyesap teh yang sudah mulai dingin. Di permukaannya, ia melihat bayangan dirinya—dan seseorang dari masa lalu.
Kabar itu datang tanpa ia duga. Seorang teman lama, yang ia temui di sebuah acara, menatapnya dengan ragu sebelum akhirnya berkata, "Dinda, kamu tahu kabar Reno?"
Jantungnya berdebar pelan. "Apa maksudmu?"
Temannya menghela napas. "Dia... tidak pernah berubah. Masih menunggumu."
Dinda membeku. Sepuluh tahun. Sepuluh tahun, dan dia masih di sana? Malam itu, ia tidak bisa tidur.
Di dalam kegelapan, bayangan Reno muncul, sama seperti dulu. Cara ia tertawa, cara ia memanggil namanya, cara matanya berbinar setiap kali berbicara tentang masa depan.
Dinda memejamkan mata, tetapi semua itu tidak menghilang. Hanya ada satu hal yang berubah—mata itu kini penuh luka.
Dinda mulai menyadari sesuatu. Ia memiliki rumah yang besar, keluarga yang utuh, tetapi kebahagiaan terasa jauh. Suaminya baik, tetapi selalu sibuk. Anak-anaknya tumbuh, tetapi terasa asing.
Di dalam dirinya, ada sesuatu yang kosong. Dan ia tahu apa itu. Ia telah melangkah maju, tetapi meninggalkan seseorang di belakang.
Suatu sore, tanpa memberi tahu siapa pun, Dinda mengemudi ke sebuah rumah tua di pinggir kota. Rumah itu masih sama seperti dulu.