Arman berjalan ke ruang tengah dan melihat Nadya duduk diam, ponselnya terbuka di pangkuannya. Saat tatapan mereka bertemu, sesuatu dalam ekspresi Nadya membuat Arman membeku.
"Nad?" suaranya ragu.
Nadya mengangkat ponsel itu. Layar masih menyala, menampilkan pesan terakhir dari Rina.
"Aku harus bilang apa ke suamiku?" Nadya membaca pesan itu dengan suara bergetar. "Kalau dia tahu aku bersama orang lain malam ini, dia akan curiga."
Arman diam.
"Nadya, aku bisa jelaskan."
Nadya tertawa. Tawa yang kosong, yang terdengar lebih seperti napas yang tersendat.
"Jelaskan apa? Bahwa ini semua hanya kesalahpahaman? Bahwa aku salah membaca?" Matanya berkilat marah. "Atau kamu mau bilang kalau dia cuma teman kerja?"
Arman melangkah maju, tangannya terangkat seolah ingin menenangkan. "Aku... aku nggak mau menyakitimu."
"Tapi kamu sudah melakukannya!" Nadya berdiri, suaranya meninggi. "Sejak kapan, Arman? Sejak kapan aku hidup dengan seorang pembohong?"
Arman mengusap wajahnya, menghindari tatapan istrinya. "Aku nggak sengaja... semuanya terjadi begitu saja."