Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Ikan Buntel dan Medusa, Dua Wajah Kayu yang Bernyawa

9 Oktober 2025   11:16 Diperbarui: 9 Oktober 2025   12:52 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami menuju sebuah ruangan besar. Di depannya beberapa pengrajin tampak sibuk bekerja. Mereka menyapa dengan ramah, dan benar saja --- di ruangan ini terdapat puluhan benda seni indah dalam berbagai bentuk dan ukuran yang siap diekspor.

Masjid. (Dokumentasi Pribadi)
Masjid. (Dokumentasi Pribadi)

Tak terasa hampir satu jam kami berada di kawasan ini. Kami kembali ke tempat awal lewat pintu samping, dan di sana tampak sebuah masjid unik --- menaranya terbalut akar-akar pepohonan raksasa, sekilas mengingatkan pada candi-candi di Angkor. Benar-benar menakjubkan.

Tak lama kemudian, kami diundang ke kantor untuk bertemu dengan pemilik sekaligus pengelola galeri seni ini, Pak Arwan. Orangnya ramah dan sederhana. Kami dipersilakan duduk sambil menikmati minuman.

Pak Arwan bercerita sekilas tentang produk yang ada di galeri. Menurutnya, setiap karya memiliki daya tarik tersendiri karena dibuat secara unik dan tidak ada yang benar-benar sama. Di tangan para pengrajin, potongan akar dan batang pohon bisa berubah menjadi karya seni bernilai tinggi --- mulai dari meja dan kursi antik, vas, patung, hingga hiasan ruangan bergaya rustic dan natural.

Bahan baku yang digunakan meliputi kayu jati tua, trembesi, teh, kopi, mahoni, hingga klengkeng --- semuanya dipilih secara selektif untuk menjaga kekuatan serta karakter serat kayunya. Setiap proses, dari pemotongan hingga pemolesan akhir, dilakukan dengan sentuhan tangan dan pengalaman panjang, bukan sekadar mengandalkan mesin.

Pak Arwan juga bercerita tentang naik-turunnya usaha ini. Aset yang dimiliki memang besar --- selain lahan yang luas dan persediaan karya --- namun tidak semuanya likuid. Karena itu, kami ditunjukkan koleksi batu cincin yang dirangkai mirip jam tangan. Batu-batunya tampak mengkilap dan bervariasi dalam warna: hitam kehijauan, abu keperakan, hingga cokelat keunguan. Ada berbagai jenis batu yang saya sendiri tak begitu paham namanya. Bersamaan dengan itu, tampak seorang lelaki membeli beberapa batu tersebut.

Batu cincin. (Dokumentasi Pribadi)
Batu cincin. (Dokumentasi Pribadi)

Sekilas saya perhatikan, harganya bervariasi tetapi masih di bawah satu juta rupiah. Bisnis seperti ini lebih menjanjikan arus kas untuk membiayai operasional, sementara produk utama rata-rata berharga lebih mahal dan penjualannya cenderung fluktuatif.

Setelah sekitar setengah jam berbincang dengan Pak Arwan, tibalah saatnya kami berpamitan untuk melanjutkan perjalanan.

Terima kasih sudah membaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun