Barisan Prajurit: Warna, Irama, dan Wibawa
Prosesi dimulai dengan panji-panji kerajaan dan beberapa ekor gajah, disusul kuda gagah. Mereka berjalan anggun, seakan mengisahkan kembali kejayaan Mataram masa lampau.
Lalu yang dinanti muncul. Satu per satu, bregada prajurit keraton melangkah dengan irama teratur. Suara gendhing mengiringi setiap hentakan kaki. Saya terpaku. Di hadapan saya, sejarah berjalan dalam wujud manusia berseragam indah.
Pasukan prajurit keraton memasuki halaman. Mereka mengenakan seragam merah menyala, kontras dengan pepohonan hijau dan langit biru yang mulai cerah. Topi lancip menjulang tinggi, kaus kaki putih bersih, dan tombak panjang menambah kesan gagah. Barisan mereka rapi, langkah teratur, seolah waktu berhenti memberi ruang pada tradisi berusia ratusan tahun ini.
Di barisan terdepan, Prajurit Wirobrojo gagah dengan seragam merah mencolok, rompi bergaris putih, dan celana hitam. Tombak mereka berkilat terkena sinar matahari. Wajah mereka serius, tatapan lurus.
Di belakangnya, Ketanggung dengan seragam putih bersih membawa senapan laras panjang. Lalu Dhaeng dengan baju merah menyala, terinspirasi dari prajurit Bugis-Makassar. Ada juga Mantrijero elegan dalam hijau tua, lengkap dengan hiasan kepala menjulang.
Setiap bregada punya ciri khas. Nyutro sederhana dengan pakaian putih, Jagakarya gagah dalam hitam. Prawirotomo berwibawa, melambangkan prajurit pilihan. Saya mencatat satu per satu, tak ingin melewatkan detail. Ini bukan sekadar pawai, ini ensiklopedia hidup.
Saya juga memperhatikan dua prajurit berseragam hitam dengan kancing perak, sabuk merah, dan topi besar khas kuluk kanigaran. Mereka memegang tombak panjang, berdiri gagah. Dan yang membuat saya terperangah: Bregada Langen Kusuma.