Ada yang istimewa setiap kali kita melangkah menuju sebuah kuliner legendaris. Ada rasa penasaran, ada aroma nostalgia, meskipun kita belum pernah sekalipun mencicipinya.
Begitulah yang saya rasakan ketika kaki ini melangkah ke Jalan DI Panjaitan, Semarang. Di kota yang dikenal sebagai gudangnya lumpia, tahu gimbal, dan bandeng presto ini, ada satu nama yang kerap disebut para pecinta kuliner: Asem-Asem Koh Liem.
Bukan sekadar rumah makan, tapi sebuah cerita panjang tentang bagaimana sebuah rasa bertahan lebih dari empat dekade. Sejak 1978, nama ini tak pernah benar-benar pudar, justru semakin bercahaya di tengah derasnya arus kuliner kekinian.
Udara Semarang siang itu cukup hangat, namun langkah saya terasa ringan. Di kepala sudah berputar bayangan semangkuk asem-asem dengan kuah bening menggoda, aroma asam segar yang berpadu gurih, serta kelembutan daging yang meresap hingga ke serat terkecil.
Apalagi, saya sudah menyiapkan perut untuk menyambut sajian andalan: bandeng asem-asem dan asem-asem daging. Dan tentu saja, tak lengkap tanpa segelas kopi es yang menutup rindu pada minuman klasik yang selalu menjadi teman obrolan.
Begitu kendaraan kami tiba di halaman rumah makan, kesan pertama saya sederhana: ini bukan sekadar resto, ini sebuah institusi kuliner. Spanduk biru besar dengan tulisan "Rumah Makan Asem-Asem Koh Liem -- Different and Legendary Taste Since 1978" langsung menyapa mata.
Di bawahnya ada logo khas bergambar wajah Koh Liem yang tersenyum ramah dengan topi koki. Ada pula slogan sponsor minuman, tanda bahwa tempat ini sudah punya nama besar.
Di kanan-kiri pintu masuk, ada beberapa gerobak kayu, mungkin sisa jejak awal yang tak pernah hilang, mengingatkan kita bahwa Koh Liem berawal dari tenda kaki lima. Di sisi kiri, sebuah gerobak bertuliskan "Tahu Petis" terparkir manis.
Sementara di kanan, sebuah mesin genset dan beberapa pot tanaman sederhana mengisi ruang. Semua tampak apa adanya, tak dibuat-buat. Justru di situlah daya tariknya. Tidak semua legenda harus tampil glamor, karena yang sejati adalah mereka yang tetap setia pada akarnya.