Senja itu langit Lisboa sedikit murung, tapi tidak cukup suram untuk membunuh semangat berjalan kaki. Saya berdiri di Praa do Comercio, alun-alun luas yang menghadap ke Sungai Tejo, tempat sejarah dan arsitektur bertemu dalam keanggunan yang nyaris teatrikal. Burung camar berputar di atas kepala, dan bunyi sepatu di calsada portuguesa yang basah menjadi ritme awal perjalanan saya hari ini.
Di sini saya mengagumi patung berkuda Raja Jose I, yang dibuat oleh Joaquim Machado de Castro, salah satu pematung terkenal Portugal. Patung perunggu ini menggambarkan raja menunggang kuda yang sedang menginjak ular, dan terletak di atas podium monumental yang dihiasi dengan grup patung besar. Patung ini diresmikan pada tahun 1775 dan menjadi pusat perhatian di alun-alun yang megah ini.
Saya terus berjalan dan tidak tergoda oleh kios suvenir di Rua Augusta atau aroma kastanye panggang di dekat Arco da Rua Augusta. Saya mencari sesuatu yang lebih kecil---lebih sunyi, tapi mengandung dunia yang luas: perangko. Barang mungil yang dulu menggerakkan surat cinta, kabar duka, pengumuman perang, dan janji pulang.
Tujuan saya adalah Rua 1 de Dezembro, jalan tua yang membentang tak jauh dari sini. Di sanalah berdiri toko filateli tua yang sejak lama saya dengar, tempat jual beli perangko dari yang biasa sampai yang langka, dari potongan kertas kecil bernilai 10 sen hingga yang dihargai ratusan euro karena sejarahnya.
Sesampainya di sana, suasana berubah. Jalanan menjadi lebih sempit dan tenang, bangunan tua berjajar rapat dengan plakat bergaya 1930-an. Di antara deretan toko, papan tua dengan tulisan merah menyita perhatian saya:
A. Molder
Di bawahnya tertulis dalam tiga bahasa: TIMBRES - POSTE, SELLOS PARA COLECES, STAMPS FOR COLLECTORS. Sebuah panah menunjuk ke pintu kayu yang sedikit terbuka.
Saya mendorong pintu dan masuk pelan. Bau kayu tua dan kertas menyeruak lembut. Ruangannya kecil, agak remang, tapi hangat. Rak kayu memenuhi sisi kanan dan kiri, dengan album-album besar bersampul kulit, serta etalase kaca berisi perangko dari berbagai zaman dan negara. Suasana sepi. Tidak ada siapa pun juga di sini. Rak-rak kayu tua dipenuhi perangko dari berbagai negara dan zaman, teratur dalam album, etalase, dan kotak kecil. Bau kertas tua dan debu halus seperti menyambut saya dengan pelukan nostalgia.
Di dinding utama, saya melihat tulisan bercahaya: SELOS PARA COLEES --- COMPRA --- VENDA. Ini adalah tempat bukan hanya untuk membeli, tetapi juga menjual dan menaksir. Di balik kaca, berjajar perangko-perangko kecil yang tersusun rapi dan diberi nomor. Ada burung merpati putih lambang perdamaian, potret tokoh seperti Vasco da Gama dan tokoh pahlawan yang tidak saya kenal. Saya mendekat ke salah satu etalase---beberapa perangko bertuliskan "PORTUGAL" dengan warna-warna pudar dan desain klasik. Salah satu yang mencolok: seorang biarawati di perangko kuning keemasan, mungkin Santa Isabel atau tokoh dari ordo lokal.
Saya tak bisa menahan rasa ingin tahu. Beberapa perangko bertema penerbangan menunjukkan antusiasme masa lalu pada kemajuan teknologi, sementara perangko dengan burung dan bunga lebih melankolis---menggambarkan rasa cinta pada alam atau nasionalisme halus. Di sisi kanan toko, ada set yang dibungkus dalam plastik, bertuliskan: Portugal - 100 selos diferentes---100 perangko berbeda dalam satu paket, seperti sebuah miniatur ensiklopedia sejarah negara.
Saya mendekat ke etalase. Di balik kaca, perangko-perangko kecil berjajar rapi, masing-masing diberi nomor kecil: N 631, N 652, N 664. Ada gambar pesawat dari tahun 1930-an, pahlawan perang, gereja tua, dan tokoh kerajaan.
elagi saya asyik sendiri, tiba-tiba ada lelaki berusia enam puluh tahun lebih masuk ke toko. Dia tersenyum dan mengucapkan selamat sore. Lelaki tua itu kemudian berdiri di sebelah saya dan menunjuk pada satu perangko bertema revolusi dan bergumam lirih,